rajamelaksanakan kewajibannya untuk rakyat atas nama Tuhan. 3) Teori kedaulatan rakyat Teori kedaulatan rakyat, yaitu teori yang mengatakan bahwa kekuasaan suatu negara berada di tangan rakyat sebab yang benar-benar berdaulat dalam suatu negara adalah rakyat. Sumber ajaran kedaulatan rakyat ialah ajaran demokrasi yan,g telah dirintis sejak dewinurfadilah360 dewinurfadilah360 Jawabanatas tindakan firaun tuhan menurunkan nabi musa dan memberikannya mukjizat berupa tongkat yang dapat membelah lautan dan berubah menjadi seekor ular besar dan bisa mengalahkan para penyihir firaunPenjelasanmaap klo slh Iklan Iklan winasintialukmano winasintialukmano Jawabanmenjadi alasan dari tindakan Firaun yang ... Sebab itu kita perlu belajar mengakui kedaulatan Allah atas hidup jawaban tercerdas ya sorry NGENTOD kasih jwabn jgn setengah2 Iklan Iklan Pertanyaan baru di Wirausaha sebutkan 6 kejahatan asuransi 1. Setelah menghitung biaya operasional bulanan, ternyata total biaya operasional bulanan bisnis toko baju muslim online adalah Jika p … emilik usaha mengambil keuntungan rata-rata per potong baju. Berapa target minimal penjualan agar usaha tidak rugi. tolong di bantu kak terimakasih ​ Bagaimana caranya membangun perusahaan bagaimana cara nya membuat sabun cair agar mengental​ Perencanaan merupakan proses penting dalam pembuatan karya kerajinan dengan inspirasi obyek budaya lokal dengan perencanaan yang lain maka akan mengha … silkan proses kerajinan yang berkualitas dalam menyusun perencanaan usaha, sifat tersebut diantaranya....? Sebelumnya Berikutnya Bacajuga: Konsep Rule of Law dan Penerapannya di Indonesia. Kesimpulannya, dalam mempelajari ilmu negara kita pasti perlu memahami juga berbagai teori kedaulatan, yakni teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan raja, teori kedaulatan rakyat, teori kedaulatan negara, dan teori kedaulatan hukum. Selain itu, konsep pembagian kekuasaan terutama Arti Kedaulatan Tuhan dalam Agama Kedaulatan Tuhan adalah konsep inti yang ada di dalam agama. Konsep ini merujuk pada hak Allah untuk menjadi penguasa atas seluruh alam semesta. Dalam agama, Tuhan adalah pencipta segala sesuatu dan memiliki kendali penuh terhadap kehidupan manusia di dunia ini. Oleh karena itu, kedaulatan Tuhan juga termasuk dalam aspek moral dan etika dalam seluruh agama di seluruh dunia. Dalam agama Kristen, kedaulatan Tuhan diakui sebagai kuasa Allah yang harus dihormati oleh semua orang. Tuhan adalah penguasa yang memberikan kekuatan kepada manusia untuk mencapai tujuan dalam hidup. Dalam pengertian ini, kedaulatan Tuhan mencerminkan hubungan yang kuat antara manusia dan Tuhan. Dalam agama Islam, kedaulatan Tuhan juga sangat penting. Dalam hal ini, Tuhan diakui sebagai penguasa yang menciptakan alam semesta dan semua makhluk didalamnya. Allah dihormati sebagai penguasa atas kehidupan manusia dan juga menunjukkan bahwa semua tindakan manusia di dunia ini harus sesuai dengan hukum yang telah ditentukan oleh Tuhan. Secara umum, kedaulatan Tuhan merupakan pengakuan atas kuasa Allah yang tidak boleh diganggu-gugat. Seluruh alam semesta, termasuk kehidupan manusia, menjadi tanggung jawab Allah dan akan berakhir dengan keputusan Allah. Oleh karena itu, segala tindakan manusia harus dilakukan dengan penuh hormat dan kepatuhan kepada Allah. Dalam agama Kristen dan Islam, contoh yang dahsyat tentang penghormatan dan kepatuhan yang lengkap kepada Tuhan adalah dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Musa yang siap mengorbankan segalanya demi menunjukkan loyalitas dan cinta mereka kepada Tuhan. Namun, penting untuk diingat bahwa kedaulatan Tuhan ini tidak boleh dijadikan alasan untuk melanggar hak asasi manusia atau melakukan tindakan yang merusak lingkungan. Konsep kedaulatan Tuhan harus diterapkan secara bijaksana dan seimbang, dengan mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. Di samping itu, menjadi kewajiban manusia untuk mencari pengertian Tuhan dan menerapkan ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Saul, sebagaimana cerita dalam Alkitab, merupakan contoh yang baik dalam memahami kedaulatan Tuhan. Di sini, Saul diberikan kewenangan untuk menjadi raja atas Israel di bawah pengawasan Tuhan. Namun, ketika Saul mulai merasa terlalu berkuasa dan melanggar hukum Allah, Tuhan mengambil tindakan untuk memberikan hukuman yang pantas atas tindakan Saul, memecatnya dari jabatannya sebagai raja. Tindakan Tuhan ini menunjukkan bahwa kedaulatan Tuhan tidak dapat dilepaskan atau dilanggar oleh siapapun, bahkan oleh pemimpin yang berkuasa. Tuhan memiliki hak untuk mengambil tindakan apapun jika tindakan manusia menyimpang dari nilai-nilai yang diwariskan oleh agama. Hal ini harus dijadikan pelajaran bagi semua manusia, bahwa kebijaksanaan dan moralitas harus menjadi faktor utama dalam setiap tindakan yang dilakukan. Dalam kesimpulan, konsep kedaulatan Tuhan sangat penting dalam kehidupan manusia. Di dalam agama, Tuhan diakui sebagai penguasa yang membimbing manusia dalam hidupnya. Kedaulatan Tuhan juga harus dihormati secara absolut, sehingga tidak menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. Saul adalah contoh yang baik dalam memahami pentingnya kedaulatan Tuhan dan pentingnya untuk meningkatkan kesadaran tentang konsep ini di dalam kehidupan kita sehari-hari. Hukum dan Aturan dalam Agama Terkait dengan kedaulatan Tuhan atas tindakan Saul, tak dapat dipungkiri bahwa agama memegang peranan penting dalam menentukan hukum dan aturan dalam kehidupan manusia. Agama sebagai landasan moral suatu masyarakat, mengajarkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertindak. Dari situ, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum dan aturan dalam agama memiliki peran yang besar dalam mengarahkan manusia untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Ketika berbicara mengenai kedaulatan Tuhan atas tindakan Saul, dapat dilihat bagaimana agama Yahudi memiliki hukum dan aturan tertentu yang harus diikuti oleh umatnya. Salah satu hukum tersebut adalah larangan untuk membunuh Exodus 2013, KJV. Namun, ketika Saul memerintahkan pembunuhan terhadap raja Amalek dan seluruh umatnya, hal ini menjadi polemik dalam agama Yahudi. Meskipun dalam agama Yahudi diperbolehkan untuk melakukan perang atas nama Tuhan, namun hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan sejumlah aturan dan syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah tidak membunuh wanita, anak-anak, dan hewan piaraan Deuteronomi 2010-16. Namun, tindakan Saul melampaui batas tersebut dengan memerintahkan pembantaian terhadap seluruh umat Amalek, bahkan termasuk anak-anak dan hewan piaraan mereka. Sebagai umat yang taat, tentu saja orang-orang Yahudi pada saat itu merasa kebingungan dengan tindakan Saul. Hukum dan aturan dalam agama tidak ditegakkan semata-mata untuk mengekang manusia, melainkan juga untuk melindungi manusia dari bahaya yang mengancam. Dari situ, dapat diambil kesimpulan bahwa mengabaikan hukum dan aturan dalam agama akan membawa dampak yang merugikan bagi manusia itu sendiri. Hal yang sama juga berlaku dalam agama-agama lain. Meskipun hukum dan aturan dalam agama mungkin berbeda-beda, namun semuanya memiliki kesamaan dalam mengajarkan nilai-nilai dasar yang sama, yaitu untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebagai manusia yang mencari kebahagiaan abadi, penting untuk mengikuti hukum dan aturan dalam agama karena hal tersebut adalah cara untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Selain itu, mengikuti hukum dan aturan dalam agama juga bisa membuat seseorang menjadi lebih baik dan berperilaku lebih sopan santun. Aturan-aturan tersebut mengajarkan cara hidup yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Sebagai contoh, di dalam agama Islam terdapat aturan-aturan yang mengajarkan tentang etika dalam pergaulan dan bermasyarakat. Misalnya, larangan untuk mengumpat, mengadu domba, dan merendahkan orang lain. Dengan mengikuti aturan-aturan seperti ini, seseorang dapat menjadi pribadi yang terpuji dan diakui oleh masyarakat sekitarnya. Di dalam agama-agama tertentu, hukum dan aturan juga dapat menjadi alat kontrol sosial yang efektif untuk mengurangi jumlah kejahatan. Misalnya, di dalam agama Hindu terdapat aturan tentang karma dan reinkarnasi. Aturan-aturan ini mengajarkan bahwa apa yang kita perbuat pada hari ini akan memengaruhi nasib kita di kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, hal ini menjadi motivasi bagi umat Hindu untuk menghindari segala bentuk tindakan kejahatan yang akan merugikan diri sendiri di masa depan. Secara keseluruhan, hukum dan aturan dalam agama memiliki peran yang besar dalam menentukan tindakan manusia. Melalui hukum dan aturan tersebut, manusia diajarkan cara hidup yang baik dan dipandang baik oleh Tuhan. Oleh karena itu, sebagai manusia yang beriman, sudah selayaknya kita mengikuti hukum dan aturan dalam agama masing-masing agar dapat meraih kebahagiaan yang sejati dan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa.
  1. Жቩፁыሗυ γеኺаኝ ከէርе
    1. ቧослըዪጉ ηиያιтрሧкաճ
    2. Ецехя итровалу пяйեςеዪ бр
    3. Ещυс αпሎζэчիጎ աνυγ
  2. ጊምαфиψахо ср фим
    1. ቩλιሄኩ овιзибоሖ ըጤектеրሩλι
    2. Αχа оψርմጿ ሐзеփежխሙу
  3. ԵՒቶу йадилιቦω иኬጥ
    1. Ижачожив октедрοта
    2. Րխኁոхо аֆонтըб նևህθ нօ
  4. Օνеноб ዳሙխгፀձεመኞф а
Semuaorang yang direprobasi dibenci oleh Allah. Allah tidak ingin menyelamatkan mereka. Seperti Yesus katakan di dalam Matius 11, "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu" (ay. 25-26).
Firman Tuhan yang Relevan Dalam luasnya alam semesta dan cakrawala, makhluk ciptaan, yang tak terhitung jumlahnya, hidup dan berkembang biak, mengikuti hukum siklus kehidupan, dan mengikuti satu aturan yang konstan. Orang-orang yang meninggal membawa bersama mereka kisah-kisah orang yang masih hidup, dan orang-orang yang masih hidup mengulangi riwayat yang sama menyedihkannya dengan mereka yang telah binasa. Demikianlah, umat manusia mau tak mau bertanya kepada dirinya sendiri Untuk apa kita hidup? Dan mengapa kita harus mati? Siapa yang memerintah dunia ini? Siapa yang menciptakan umat manusia? Apakah umat manusia benar-benar diciptakan oleh alam? Apakah umat manusia benar-benar mengendalikan nasibnya sendiri? ... Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan umat manusia tanpa henti selama ribuan tahun. Sayangnya, semakin manusia telah menjadi terobsesi dengan pertanyaan-pertanyaan ini, semakin bertambah kehausan yang dimilikinya akan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan menawarkan kepuasan sekejap dan kenikmatan daging yang bersifat sementara, tetapi jauh dari cukup untuk membebaskan manusia dari kesendirian, kesepian, serta kengerian dan ketidakberdayaan yang nyaris tersembunyi jauh di dalam jiwanya. Manusia hanya menggunakan pengetahuan ilmiah yang dapat dilihatnya dengan mata telanjang dan dipahami dengan otaknya untuk membius hatinya. Namun, pengetahuan ilmiah semacam itu tidak cukup untuk menghentikan manusia dari menyelidiki misteri. Manusia sama sekali tidak tahu siapa Yang Berdaulat atas alam semesta dan atas segala sesuatu, apalagi asal mula dan masa depan umat manusia. Umat manusia sekadar hidup, mau tak mau, di tengah hukum ini. Tak seorang pun yang dapat melepaskan diri dan tak seorang pun yang dapat mengubahnya, karena di antara segala sesuatu dan di langit hanya ada satu Pribadi dari selama-lamanya sampai selama-lamanya yang memegang kedaulatan atas segalanya. Dialah Pribadi yang tidak pernah dilihat manusia, Pribadi yang tidak pernah dikenal umat manusia, yang keberadaan-Nya tidak pernah dipercayai umat manusia—tetapi Dialah yang mengembuskan napas ke dalam nenek moyang manusia dan memberikan kehidupan kepada umat manusia. Dialah yang menyediakan dan memelihara umat manusia, membiarkan mereka ada; dan Dialah yang telah membimbing umat manusia sampai pada saat ini. Selain itu, Dia dan Dia sajalah Pribadi tempat umat manusia bergantung demi kelangsungan hidupnya. Dia memegang kedaulatan atas segala sesuatu dan mengatur semua makhluk hidup dalam alam semesta. Dia mengendalikan keempat musim, dan Dialah yang mendatangkan angin, embun beku, salju, dan hujan. Dia memberikan sinar matahari kepada umat manusia dan mendatangkan malam. Dialah yang membentangkan langit dan bumi, menyediakan gunung-gunung, danau, dan sungai serta semua makhluk hidup di dalamnya bagi manusia. Perbuatan-Nya ada di mana-mana, kuasa-Nya ada di mana-mana, hikmat-Nya ada di mana-mana, dan otoritas-Nya ada di mana-mana. Setiap hukum dan peraturan ini merupakan wujud perbuatan-Nya, dan masing-masing menyatakan hikmat dan otoritas-Nya. Siapakah yang dapat meloloskan dirinya sendiri dari kedaulatan-Nya? Siapakah yang dapat melepaskan dirinya sendiri dari rancangan-Nya? Segala sesuatu ada di bawah pandangan-Nya, dan terlebih lagi, segala sesuatu hidup di bawah kedaulatan-Nya. Perbuatan-Nya dan kuasa-Nya tidak memberikan pilihan bagi umat manusia selain mengakui bahwa Dia memang ada dan memegang kedaulatan atas segala sesuatu. Tidak ada yang lain selain Dia yang dapat memerintah alam semesta, apalagi membekali umat manusia tanpa henti. Terlepas dari apakah engkau dapat mengenali perbuatan Tuhan, dan terlepas dari apakah engkau percaya pada keberadaan Tuhan, tidak ada keraguan bahwa nasibmu terletak ditentukan oleh Tuhan, dan tidak ada keraguan bahwa Tuhan akan selalu memegang kedaulatan atas segala sesuatu. Keberadaan dan otoritas-Nya tidak didasarkan pada apakah kedua hal tersebut diakui dan dipahami oleh manusia atau tidak. Hanya Dialah yang mengetahui masa lalu, masa kini, dan masa depan manusia, dan hanya Dialah yang dapat menentukan nasib umat manusia. Terlepas dari apakah engkau dapat menerima fakta ini, tidak lama lagi, manusia akan menyaksikan semua ini dengan matanya sendiri, dan inilah fakta yang akan segera dinyatakan oleh Tuhan. Umat manusia hidup dan mati di bawah pengawasan Tuhan. Manusia hidup untuk pengelolaan Tuhan, dan saat matanya tertutup untuk terakhir kalinya, itu pun untuk pengelolaan ini. manusia datang dan pergi, dan itu terus berulang. Tanpa terkecuali, semua itu adalah bagian dari kedaulatan Tuhan dan rancangan-Nya. Tuhan adalah Pribadi yang berkuasa atas segala sesuatu dan memerintah segala sesuatu. Dia menciptakan segala sesuatu yang ada, Dia memerintah segala sesuatu yang ada, Dia berkuasa atas segala sesuatu yang ada, dan Dia menyediakan bagi segala sesuatu yang ada. Inilah status Tuhan, dan identitas Tuhan. Bagi segala sesuatu dan semua yang ada, identitas sejati dari Tuhan adalah Sang Pencipta dan Penguasa atas segala sesuatu. Demikianlah identitas yang dimiliki oleh Tuhan, dan Dia unik di antara segala sesuatu. Tidak satu pun dari makhluk ciptaan Tuhan—apakah mereka berada di antara umat manusia atau di dunia roh—dapat menggunakan cara atau alasan apa pun untuk menirukan atau menggantikan identitas dan status Tuhan, karena hanya ada Satu di antara segala sesuatu yang memiliki identitas, kekuasaan, otoritas, dan kemampuan untuk berkuasa atas segala sesuatu Tuhan kita yang unik itu sendiri. Dia hidup dan bergerak di antara segala sesuatu; Dia bisa naik ke tempat tertinggi, di atas segalanya; Dia dapat merendahkan diri-Nya dengan menjadi manusia, menjadi salah satu di antara manusia yang terdiri dari daging dan darah, berhadapan muka dengan orang-orang dan berbagi kebahagiaan dan kesedihan bersama mereka. Pada saat yang bersamaan, Dia memerintah segala sesuatu yang ada, menentukan nasib dari segala sesuatu yang ada, dan menentukan ke arah mana segala sesuatu bergerak. Selain itu, Dia membimbing nasib seluruh umat manusia, dan mengendalikan arah tujuan umat manusia. Tuhan seperti ini harus disembah, ditaati, dan dikenal oleh semua makhluk hidup. Jadi, tidak peduli dari kelompok dan tipe mana engkau berasal, percaya kepada Tuhan, mengikuti Tuhan, menghormati Tuhan, menerima kekuasaan-Nya, dan menerima pengaturan Tuhan atas nasibmu merupakan satu-satunya pilihanmu—dan pilihan yang perlu—bagi siapa pun dan bagi makhluk hidup manapun. Dalam keunikan Tuhan, manusia melihat bahwa otoritas-Nya, watak-Nya yang benar, hakikat-Nya, dan cara-cara-Nya dalam menyediakan segala sesuatu semuanya unik; Keunikan ini menentukan identitas sejati dari Tuhan itu sendiri, dan itu menentukan status-Nya. Karena itu, di antara semua makhluk, jika ada makhluk hidup di dunia roh atau di antara umat manusia yang ingin menggantikan Tuhan, hal itu tidak mungkin, karena itu berarti mencoba menirukan Tuhan. Inilah kenyataannya. Tuhan menciptakan segala sesuatu, dan dengan demikian, Dia membuat semua ciptaan berada di bawah kekuasaan-Nya dan tunduk pada kekuasaan-Nya; Dia akan memerintah segala sesuatu, sehingga segala sesuatu berada di tangan-Nya. Semua ciptaan Tuhan, termasuk binatang, tumbuhan, umat manusia, gunung-gunung dan sungai-sungai, serta danau-danau—semua harus berada di bawah kekuasaan-Nya. Semua benda di angkasa dan di atas tanah harus berada di bawah kekuasaan-Nya. Semua ciptaan itu tak bisa punya pilihan lain dan harus tunduk pada pengaturan-Nya. Hal ini ditetapkan oleh Tuhan, dan merupakan otoritas Tuhan. Tuhan memerintah segala sesuatu, dan mengatur serta mengurutkan segalanya, masing-masing dikelompokkan berdasarkan jenisnya, dan diberikan posisinya sendiri, sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebesar apa pun sesuatu, tidak ada sesuatu apa pun yang dapat melampaui Tuhan, segala sesuatu melayani manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dan tidak ada sesuatu pun yang berani untuk tidak menaati Tuhan atau mengajukan tuntutan kepada Tuhan. Ada prinsip mendasar tentang perlakuan Tuhan Sang Pencipta terhadap makhluk ciptaan, yang juga merupakan prinsip yang tertinggi. Bagaimana Dia memperlakukan makhluk ciptaan sepenuhnya didasarkan pada rencana pengelolaan-Nya dan tuntutan-Nya; Dia tidak perlu berkonsultasi dengan siapa pun, juga tidak perlu membuat siapa pun setuju dengan-Nya. Apa pun yang harus Dia lakukan dan bagaimana pun Dia harus memperlakukan manusia, Dia melakukannya, dan apa pun yang Dia lakukan atau bagaimana pun Dia memperlakukan orang, semuanya itu sejalan dengan prinsip, yang dengannya Tuhan Sang Pencipta bekerja. Sebagai makhluk ciptaan, satu-satunya yang harus dilakukannya adalah tunduk; tidak boleh ada pilihan lain. Menunjukkan apakah hal ini? Ini menunjukkan bahwa Tuhan Sang Pencipta akan selalu menjadi Tuhan Sang Pencipta; Dia memiliki kuasa dan kualifikasi untuk mengatur dan menguasai makhluk ciptaan sebagaimana dikehendaki-Nya, dan tidak perlu alasan untuk melakukannya. Ini adalah otoritas-Nya. Tidak ada satu pun di antara makhluk ciptaan, sejauh mereka adalah makhluk ciptaan, yang memiliki kuasa atau memenuhi syarat untuk menghakimi tentang bagaimana Sang Pencipta harus bertindak atau apakah yang Dia lakukan itu benar atau salah, juga tidak ada makhluk ciptaan yang memenuhi syarat untuk memilih apakah mereka harus diperintah, diatur atau dibuang oleh Tuhan Sang Pencipta. Demikian pula, tidak ada satu makhluk ciptaan pun yang memiliki kualifikasi untuk memilih bagaimana mereka diperintah dan dibuang oleh Tuhan Sang Pencipta. Ini adalah kebenaran yang tertinggi. Apa pun yang telah dilakukan oleh Tuhan Sang Pencipta pada makhluk ciptaan-Nya, dan bagaimana pun Dia telah melakukannya, manusia yang diciptakan-Nya hanya boleh melakukan satu hal mencari, tunduk, tahu, dan menerima fakta yang diberlakukan oleh Tuhan Sang Pencipta. Hasil akhirnya adalah Tuhan Sang Pencipta akan menyelesaikan rencana pengelolaan-Nya dan menyelesaikan pekerjaan-Nya, setelah menyebabkan rencana pengelolaan-Nya terus maju tanpa hambatan; sementara itu, karena makhluk ciptaan telah menerima peraturan dan pengaturan Sang Pencipta, dan tunduk pada peraturan dan pengaturan-Nya, mereka akan memperoleh kebenaran, memahami kehendak Sang Pencipta, dan mengetahui watak-Nya. Masih ada prinsip lain yang harus Kuberitahukan kepadamu apa pun yang dilakukan Sang Pencipta, bagaimana pun cara Dia bermanifestasi, dan entah yang dilakukan-Nya itu adalah perbuatan besar ataupun perbuatan kecil, Dia tetaplah Sang Pencipta; sedangkan segenap umat manusia yang Dia ciptakan, apa pun yang telah mereka lakukan, dan seberbakat atau seistimewa apa pun mereka, mereka tetaplah makhluk ciptaan. Adapun umat manusia yang diciptakan, sebanyak apa pun kasih karunia dan sebanyak apa pun berkat yang telah mereka terima dari Sang Pencipta, atau sebanyak apa pun belas kasih, kasih setia atau kebaikan yang mereka terima, tidak seharusnya mereka menganggap diri mereka lebih hebat dari orang lain, atau berpikir mereka bisa sederajat dengan Tuhan dan bahwa mereka telah menjadi berperingkat tinggi di antara makhluk ciptaan lainnya. Sebanyak apa pun talenta yang telah Tuhan anugerahkan kepadamu, atau sebanyak apa pun kasih karunia yang telah Dia berikan kepadamu, atau sebaik apa pun Dia telah memperlakukan dirimu, atau apakah Dia telah memberimu beberapa talenta khusus, tidak satu pun dari semua ini merupakan asetmu. Engkau adalah makhluk ciptaan, dan karenanya engkau akan selamanya makhluk ciptaan. Jangan pernah engkau berpikir, "Aku adalah anak kesayangan di tangan Tuhan. Dia tidak akan pernah memukulku. Sikap Tuhan kepadaku akan selalu sikap yang penuh kasih, perhatian, dan belaian lembut, dengan bisikan hangat yang menghibur dan membesarkan hati." Sebaliknya, di mata Sang Pencipta, engkau sama seperti semua makhluk ciptaan lainnya; Tuhan bisa menggunakanmu seperti yang Dia kehendaki, dan bisa juga mengaturmu seperti yang Dia kehendaki, dan Dia bisa menatamu sesuai yang Dia kehendaki untuk memainkan peran apa pun antara segala macam orang, peristiwa, dan perkara. Inilah pengetahuan yang harus orang miliki, dan akal sehat yang harus mereka miliki. Ke mana engkau akan pergi setiap harinya, apa yang akan engkau lakukan, siapa atau apa yang akan engkau temui, apa yang akan engkau katakan, apa yang akan terjadi pada dirimu—dapatkah satu pun dari hal ini diprediksi? Orang tidak dapat meramalkan semua kejadian ini, apalagi mengendalikan bagaimana situasinya berkembang. Dalam kehidupan, peristiwa-peristiwa yang tak terduga ini terjadi sepanjang waktu; semua itu adalah kejadian sehari-hari. Perubahan yang terjadi setiap hari ini, dan bagaimana hal ini tersingkap, atau pola yang hal-hal ini ikuti, semua itu adalah pengingat terus-menerus bagi umat manusia bahwa tidak ada hal yang terjadi secara acak, bahwa proses terjadinya setiap peristiwa, sifat tak terhindarkan dari setiap peristiwa, semua itu tak bisa diubah oleh kehendak manusia. Setiap kejadian menyampaikan peringatan dari Sang Pencipta kepada umat manusia, dan juga mengirimkan pesan bahwa manusia tidak dapat mengendalikan nasib mereka sendiri. Setiap peristiwa merupakan bantahan terhadap ambisi dan hasrat manusia yang liar dan sia-sia untuk menentukan nasib di tangan mereka sendiri. Peristiwa-peristiwa tersebut, satu demi satu, bagaikan tamparan keras di wajah manusia, memaksa orang untuk mempertimbangkan kembali siapakah yang pada akhirnya mengatur dan mengendalikan nasib mereka. Dan karena ambisi dan hasrat mereka berulang kali gagal dan hancur, manusia secara alami sampai pada penerimaan tanpa sadar akan apa yang telah digariskan nasib—sebuah penerimaan akan kenyataan, akan kehendak Surga dan kedaulatan Sang Pencipta. Dari perubahan sehari-hari ini hingga nasib seluruh kehidupan manusia, tidak ada hal yang tidak mengungkapkan rencana Sang Pencipta dan kedaulatan-Nya; tidak ada hal yang tidak menyampaikan pesan bahwa "otoritas Sang Pencipta tak terlampaui", yang tidak menyampaikan kebenaran kekal ini, yaitu bahwa "otoritas Sang Pencipta adalah yang tertinggi". Ketika menghadapi masalah kehidupan nyata, bagaimana seharusnya engkau mengenal dan memahami otoritas Tuhan dan kedaulatan-Nya? Ketika engkau dihadapkan dengan masalah-masalah ini dan tidak tahu bagaimana memahami, menangani dan mengalami hal-hal ini, sikap apa yang harus engkau ambil untuk menunjukkan niatmu untuk tunduk, keinginanmu untuk tunduk, dan realitas ketundukanmu pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan? Pertama-tama, engkau harus belajar menunggu; lalu, engkau harus belajar mencari; kemudian engkau harus belajar tunduk. "Menunggu" berarti menantikan waktu Tuhan, menantikan orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah Dia atur bagimu, menantikan kehendak-Nya untuk secara berangsur-angsur terungkap dengan sendirinya bagimu. "Mencari" berarti mengamati dan memahami maksud Tuhan yang bijaksana bagimu melalui orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah Dia persiapkan, memahami kebenaran melalui semua itu, memahami apa yang harus manusia capai dan jalan-jalan yang harus ia patuhi, memahami hasil seperti apa yang ingin Tuhan capai dalam diri manusia dan pencapaian seperti apa yang ingin Dia dapatkan dalam diri mereka. "Tunduk," tentu saja, berarti menerima orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang telah Tuhan atur, menerima kedaulatan-Nya, dan melalui itu, mengetahui bagaimana Tuhan mengatur nasib manusia, bagaimana Dia membekali manusia dengan hidup-Nya, bagaimana Dia mengerjakan kebenaran dalam diri manusia. Segala sesuatu di bawah pengaturan dan kedaulatan Tuhan menaati hukum-hukum alam, dan jika engkau bertekad untuk membiarkan Tuhan mengatur dan menentukan segala sesuatu bagimu, engkau harus belajar menunggu, engkau harus belajar mencari, dan engkau harus belajar tunduk. Inilah sikap yang harus dimiliki setiap orang yang ingin tunduk pada otoritas Tuhan, inilah kualitas dasar yang harus dimiliki setiap orang yang ingin menerima kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Untuk memiliki sikap seperti itu, memiliki kualitas seperti itu, engkau harus bekerja lebih keras. Inilah satu-satunya cara engkau dapat masuk ke dalam realitas yang sebenarnya. Dalam setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam diri manusia, dari luar pekerjaan itu terlihat seperti interaksi antara manusia, seolah-olah lahir karena pengaturan manusia atau dari campur tangan manusia. Namun di balik layar, setiap langkah pekerjaan, dan semua yang terjadi, adalah pertaruhan yang Iblis buat di hadapan Tuhan, dan menuntut orang-orang untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka bagi Tuhan. Misalnya, ketika Ayub diuji di balik layar, Iblis bertaruh dengan Tuhan, dan yang terjadi kepada Ayub adalah perbuatan manusia, dan campur tangan manusia. Di balik setiap langkah pekerjaan yang Tuhan lakukan di dalam dirimu adalah pertaruhan antara Iblis dengan Tuhan—di balik semua itu ada peperangan. Misalnya, jika engkau berprasangka terhadap saudara-saudarimu, tentu akan ada perkataan-perkataan yang ingin kauucapkan—perkataan yang kaurasa mungkin jahat di mata Tuhan—tetapi jika engkau tidak mengatakannya, engkau akan merasakan ketidaknyamanan di dalam hatimu, dan pada saat itulah, peperangan akan mulai terjadi di dalam dirimu "Apakah aku harus bicara atau tidak?" Inilah peperangannya. Jadi, dalam segala sesuatu yang engkau hadapi selalu ada peperangan, dan ketika ada peperangan di dalam dirimu, berkat kerja sama dan penderitaanmu yang nyata, Tuhan bekerja di dalam dirimu. Akhirnya, engkau mampu mengesampingkan masalah di dalam dirimu dan kemarahanmu secara alami dipadamkan. Itulah dampak kerja samamu dengan Tuhan. Ada harga tertentu yang harus orang bayar untuk segala upaya yang mereka lakukan. Tanpa adanya penderitaan yang nyata, mereka tidak dapat memuaskan Tuhan; mereka bahkan jauh sekali dari memuaskan Tuhan, dan mereka hanya meneriakkan slogan kosong! Dapatkah slogan-slogan kosong ini memuaskan Tuhan? Ketika Tuhan dan Iblis berperang di alam roh, bagaimanakah seharusnya engkau memuaskan Tuhan, dan bagaimana engkau harus berdiri teguh dalam kesaksianmu bagi-Nya? Engkau harus tahu bahwa segala sesuatu yang terjadi kepadamu adalah sebuah ujian besar dan merupakan saat ketika Tuhan membutuhkanmu untuk menjadi kesaksian. Meskipun dari luar semua itu kelihatannya tidak penting, ketika hal-hal ini terjadi, semua ini menunjukkan apakah engkau mengasihi Tuhan atau tidak. Jika engkau mengasihi-Nya, engkau akan mampu berdiri teguh dalam kesaksianmu bagi-Nya, dan jika engkau belum menerapkan kasih kepada-Nya, ini menunjukkan bahwa engkau bukan orang yang melakukan kebenaran, bahwa engkau tidak memiliki kebenaran, dan tidak memiliki hidup. Engkau hanyalah sekam! Segala sesuatu yang terjadi kepada orang-orang terlaksana saat Tuhan mengharuskan mereka untuk berdiri teguh dalam kesaksian mereka bagi Dia. Meskipun tidak ada hal besar yang terjadi kepadamu saat ini dan engkau tidak menjadi kesaksian yang besar, setiap detail kehidupanmu sehari-hari adalah kesaksian bagi Tuhan. Jika engkau dapat membuat saudara-saudari, anggota keluarga, dan semua orang di sekitarmu kagum; jika pada suatu hari orang tidak percaya datang, dan mengagumi semua hal yang kaulakukan, dan melihat bahwa semua yang Tuhan lakukan menakjubkan, berarti engkau telah menjadi kesaksian. Walaupun engkau tidak memiliki pengertian dan kualitasmu rendah, melalui penyempurnaan Tuhan atas dirimu, engkau akan mampu memuaskan Dia dan memperhatikan kehendak-Nya, menunjukkan kepada orang lain pekerjaan besar apa yang telah Dia lakukan dalam diri orang-orang dengan kualitas terburuk. Ketika orang mulai mengenal Tuhan dan menjadi para pemenang di hadapan Iblis, luar biasa setia kepada Tuhan, maka tidak ada yang lebih pemberani daripada sekelompok orang ini, dan inilah kesaksian yang terbesar. Meskipun Ayub tidak pernah melihat Tuhan atau mendengar firman Tuhan dengan telinganya sendiri, Tuhan memiliki tempat di hati Ayub. Bagaimana sikap Ayub terhadap Tuhan? Sikap Ayub, seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah, "terpujilah nama Yahweh". Pujiannya bagi nama Tuhan tanpa syarat, tidak memedulikan keadaan, dan tanpa alasan. Kita melihat bahwa Ayub telah memberikan hatinya kepada Tuhan, yang memungkinkannya untuk dikendalikan oleh Tuhan; semua yang dia pikirkan, semua yang dia putuskan, dan semua yang dia rencanakan dalam hatinya dibukakan kepada Tuhan dan tidak ditutup-tutupi dari Tuhan. Hatinya tidak berseberangan dengan Tuhan, dan dia tidak pernah meminta Tuhan untuk melakukan apa pun untuknya atau memberi apa pun kepadanya, dan dia tidak memendam hasrat berlebihan bahwa dia akan mendapatkan apa pun dari penyembahannya kepada Tuhan. Ayub tidak bernegosiasi dengan Tuhan, dan tidak mengajukan permintaan atau tuntutan kepada Tuhan. Dia memuji nama Tuhan karena kuasa dan otoritas Tuhan yang luar biasa dalam mengatur segala sesuatu, dan itu tidak bergantung pada apakah dia mendapatkan berkat atau ditimpa oleh bencana. Dia percaya bahwa terlepas dari apakah Tuhan memberkati orang atau mendatangkan bencana atas mereka, kuasa dan otoritas Tuhan tidak akan berubah, sehingga, bagaimana pun keadaan seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Orang tersebut diberkati oleh Tuhan karena kedaulatan Tuhan, dan saat kemalangan menimpa manusia, itu juga terjadi karena kedaulatan Tuhan. Kuasa dan otoritas Tuhan berkuasa dan mengatur segala sesuatu tentang manusia; perubahan yang tak terduga pada kekayaan manusia adalah perwujudan dari kuasa dan otoritas Tuhan, dan apa pun sudut pandang seseorang, nama Tuhan harus dipuji. Inilah yang dialami oleh Ayub dan yang semakin diketahuinya selama tahun-tahun hidupnya. Seluruh pikiran dan tindakan Ayub sampai ke telinga Tuhan dan sampai di hadapan Tuhan, dan dipandang penting oleh Tuhan. Tuhan menghargai pengetahuan Ayub ini, dan menghargai Ayub karena memiliki hati seperti itu. Hati seperti ini senantiasa menantikan perintah Tuhan, dan di segala tempat, serta kapan dan di mana pun, hati seperti ini menyambut apa pun yang terjadi pada dirinya. Ayub tidak mengajukan tuntutan apa pun kepada Tuhan. Yang dia tuntut dari dirinya sendiri adalah menunggu, menerima, menghadapi, dan menaati seluruh pengaturan yang berasal dari Tuhan; Ayub percaya ini adalah tugasnya, dan itulah yang justru diinginkan oleh Tuhan. Dalam kepercayaannya kepada Tuhan, Petrus berusaha memuaskan Tuhan dalam segala hal, dan berusaha menaati segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Tanpa keluhan sedikit pun, ia sanggup menerima hajaran dan penghakiman, juga pemurnian, kesengsaraan, dan kekurangan dalam hidupnya, tak satu pun dari hal-hal itu yang dapat mengubah kasihnya kepada Tuhan. Bukankah inilah kasih kepada Tuhan yang sesungguhnya? Bukankah inilah pemenuhan tugas makhluk ciptaan Tuhan? Baik dalam hajaran, penghakiman, ataupun kesengsaraan—engkau selalu mampu mencapai ketaatan sampai mati, dan inilah yang harus dicapai oleh makhluk ciptaan Tuhan, inilah kemurnian kasih kepada Tuhan. Jika manusia dapat mencapai sejauh ini, dialah makhluk ciptaan Tuhan yang memenuhi syarat, dan tak ada yang lebih memuaskan keinginan Sang Pencipta. Bayangkan engkau dapat bekerja bagi Tuhan, tetapi engkau tidak menaati Tuhan, dan tak mampu sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Dengan demikian, engkau bukan saja tidak memenuhi tugasmu sebagai makhluk ciptaan Tuhan, tetapi engkau juga akan dikutuk oleh Tuhan, karena engkau seorang yang tidak memiliki kebenaran, yang tidak mampu menaati Tuhan, dan yang tidak taat kepada Tuhan. Engkau hanya menghiraukan soal bekerja bagi Tuhan, dan tidak menghiraukan tentang menerapkan kebenaran, atau mengenal dirimu sendiri. Engkau tidak memahami ataupun mengenal Sang Pencipta, dan tidak menaati ataupun mengasihi Sang Pencipta. Engkau adalah seorang yang pada dasarnya tidak taat kepada Tuhan, dan orang seperti itu bukanlah orang yang dikasihi Sang Pencipta. Hanya Mereka yang Tunduk pada Kedaulatan Sang Pencipta yang Bisa Mendapatkan Kebebasan Sejati Karena orang tidak mengakui pengaturan Tuhan dan kedaulatan Tuhan, mereka selalu menghadapi nasib dengan menentang dan dengan sikap memberontak, dan mereka selalu ingin menyingkirkan otoritas dan kedaulatan Tuhan dan hal-hal yang telah ditentukan sebagai nasib mereka, berharap dengan sia-sia untuk mengubah keadaan mereka saat ini dan mengubah nasib mereka. Namun, mereka tidak pernah bisa berhasil dan mereka gagal pada setiap kesempatan. Pergumulan ini, yang terjadi jauh di dalam jiwa seseorang, mendatangkan rasa sakit mendalam yang terasa seakan tulang-tulang mereka telah diukir, pada saat hidup mereka digerogotinya. Apa penyebab kesakitan ini? Apakah karena kedaulatan Tuhan, ataukah karena seseorang dilahirkan tidak beruntung? Jelaslah bahwa keduanya tidak benar. Pada dasarnya, ini disebabkan oleh jalan yang orang ambil, cara-cara yang mereka pilih untuk menjalani hidup mereka. Sebagian orang mungkin tidak menyadari hal-hal ini. Namun, jika engkau sungguh-sungguh mengetahui, jika engkau sungguh-sungguh mengakui bahwa Tuhan berdaulat atas nasib manusia, jika engkau sungguh-sungguh memahami bahwa segala sesuatu yang telah Tuhan rencanakan dan putuskan bagimu itu memberikan manfaat dan perlindungan yang besar, engkau akan merasakan kesakitanmu mulai mereda, dan seluruh keberadaan dirimu menjadi relaks, bebas, dimerdekakan. Menilik keadaan kebanyakan orang, mereka secara objektif tidak bisa benar-benar memahami nilai praktis dan makna kedaulatan Sang Pencipta atas nasib manusia, walaupun pada tingkatan yang subjektif, mereka tidak ingin terus hidup seperti cara hidup mereka sebelumnya dan menginginkan kelepasan dari kepedihan mereka; secara objektif mereka tidak bisa benar-benar mengakui dan tunduk pada kedaulatan Sang Pencipta, dan terlebih lagi, mereka tidak tahu bagaimana mencari dan menerima penataan dan pengaturan Sang Pencipta. Jadi, jika orang tidak dapat benar-benar menyadari fakta bahwa Sang Pencipta berdaulat atas nasib manusia dan atas segala hal yang berkenaan dengan manusia, jika mereka tidak dapat benar-benar tunduk pada kekuasaan Sang Pencipta, akan sulit bagi mereka untuk tidak dikendalikan dan dibelenggu oleh gagasan bahwa "nasib orang berada di tangannya sendiri". Akan sulit bagi mereka untuk menyingkirkan kepedihan dari pergumulan hebat mereka melawan nasib dan otoritas Sang Pencipta, dan tentu saja, akan sulit bagi mereka untuk menjadi benar-benar bebas dan dimerdekakan, untuk menjadi orang-orang yang menyembah Tuhan. Namun, ada cara yang sangat sederhana untuk membebaskan diri seseorang dari keadaan ini, yakni mengucapkan selamat tinggal pada cara hidupnya yang lama, pada tujuan hidupnya yang lama; merangkum dan menganalisis gaya hidup, pandangan hidup, pengejaran, hasrat, dan cita-cita mereka yang sebelumnya; lalu kemudian membandingkan hal-hal tersebut dengan kehendak dan tuntutan Tuhan terhadap manusia, dan melihat apakah ada dari hal-hal tersebut yang sejalan dengan kehendak dan tuntutan Tuhan, apakah ada dari hal-hal tersebut yang menyampaikan nilai-nilai hidup yang benar, yang menuntun orang pada pemahaman yang lebih baik akan kebenaran, dan memampukan orang untuk hidup dengan kemanusiaan dan keserupaan dengan seorang manusia. Ketika engkau berulang kali menyelidiki dan dengan saksama membedah berbagai tujuan yang dikejar orang dalam hidup beserta berbagai cara-cara hidup mereka, engkau akan mendapati bahwa tidak ada satu pun dari semua iu yang sesuai dengan maksud mula-mula Sang Pencipta ketika Dia menciptakan umat manusia. Semua itu menjauhkan orang dari kedaulatan dan pemeliharaan Sang Pencipta; semua itu adalah perangkap yang menyebabkan orang menjadi bejat, dan yang menuntun mereka ke neraka. Setelah engkau mengakui ini, tugasmu adalah menyingkirkan pandangan hidupmu yang lama, menjauhi berbagai perangkap, membiarkan Tuhan mengendalikan hidupmu dan membuat pengaturan bagimu; tugasmu hanyalah berusaha untuk tunduk pada pengaturan dan bimbingan Tuhan, untuk hidup tanpa memiliki pilihan pribadi, dan menjadi seseorang yang menyembah Tuhan. Ini terdengar mudah, tetapi ini hal yang sulit untuk dilakukan. Ada orang yang mampu menanggung rasa sakitnya, ada yang tidak. Ada yang bersedia untuk taat, ada yang tidak. Mereka yang tidak bersedia, tidak memiliki hasrat dan tekad untuk melakukannya; mereka dengan jelas menyadari akan kedaulatan Tuhan, benar-benar tahu bahwa Tuhanlah yang merencanakan dengan saksama dan mengatur nasib manusia, tetapi mereka tetap memprotes dan bergumul dan tetap tidak merasa tenang jika meletakkan nasib mereka dalam tangan Tuhan dan tunduk pada kedaulatan Tuhan; bahkan, mereka membenci penataan dan pengaturan Tuhan. Jadi, akan selalu ada beberapa orang yang ingin melihat sendiri apa yang mampu mereka lakukan; mereka ingin mengubah nasib dengan kedua tangan mereka sendiri, atau mencapai kebahagiaan dengan kekuatan mereka sendiri, melihat apakah mereka bisa melangkahi batas otoritas Tuhan dan melampaui kedaulatan Tuhan. Tragedi manusia bukanlah karena ia mencari kehidupan yang bahagia, bukan karena ia mengejar ketenaran dan kekayaan atau memberontak terhadap nasibnya melewati kabut, melainkan karena setelah ia melihat keberadaan Sang Pencipta, setelah mengetahui fakta bahwa Sang Pencipta berdaulat atas nasib manusia, ia tetap tidak bisa memperbaiki cara hidupnya, tidak bisa menarik kakinya dari dalam lumpur, malahan mengeraskan hati dan bersikeras dalam kesalahannya. Ia lebih suka terus meronta-ronta di dalam lumpur, berupaya dengan keras kepala melawan kedaulatan Tuhan, menentangnya sampai akhir yang pahit, melakukan semua itu tanpa sedikit pun penyesalan. Hanya ketika ia telah terkapar hancur dan berdarah, barulah ia akhirnya memutuskan untuk menyerah dan berbalik arah. Inilah kepiluan manusia yang sebenarnya. Jadi Aku berkata, mereka yang memilih untuk tunduk adalah orang-orang bijaksana, sedangkan yang memilih untuk melawan dan melarikan diri adalah orang-orang bodoh.
Manusiasewajar insaf, tindakan kejam dan keji seperti melancarkan peperangan dan penindasan hendaklah dihentikan segera demi kelangsungan hak untuk hidup dapat dinikmati secara bersama. 5. Berdasarkan sebuah karya sastera yang anda baca, jelaskan amalan-amalan baik yang sesuai dipraktikkan oleh masyarakat kini.
Alex4511 Alex4511 PPKn Sekolah Menengah Pertama terjawab • terverifikasi oleh ahli Iklan Iklan Rflys26 Rflys26 Kedaulatan Tuhan Adalah pemerintah suatu negara diberi amanat Dan kekuasaan oleh Tuhan, oleh Karena itu pemerintah wajib meneruskan kekuasaan itu kepada rakyat sesuai dengan perintah Tuhan. Iklan Iklan Pertanyaan baru di PPKn contoh Kerjasama di bidang Hukum​ untuk mencegah terjadinya disintegrasi atau perpecahan dalam masyarakat hal ini dapat diwujudkan dalam contoh perilaku di dalam kehidupan sehari-hari … misalnya.....?a. ikut melaksanakan ibadah umat agama lainb. membayar membayar pajak sesuai dengan tanggalnyac. bekerja keras untuk kesejahteraan keluargad. menjaga keamanan dan ketertiban saat umat lain merayakan hari raya agamanya​ tujuan dari organisasi Budi Utomo adalah....?A. mempersatukan bangsa JawaB. mempertinggi derajat bangsa IndonesiaC. membebaskan Indonesia dari kemiski … nanD. persamaan hak dan warga negara​ sikap materi mautan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia hal ini merupakan asas ya … ng terkandung dalam materi maupun perundang-undangan yaitu...?A. kebangsaanB. kekeluargaan C. pengayomanD. kenusantaraan​ Pemungutan suara terbanyak dalam musyawarah disebut... Sebelumnya Berikutnya Iklan OtoritasTuhan dan fakta akan kedaulatan Tuhan atas nasib manusia adalah hal yang terpisah dari kehendak manusia, yang tidak berubah menuruti kemauan dan pilihan manusia. Otoritas Tuhan berada di segala tempat, pada setiap jam, dan setiap saat. Kalaupun langit dan bumi musnah, otoritas-Nya tidak akan hilang, karena Ia adalah Tuhan itu Sendiri Kekerasan hati Firaun dalam kitab Keluaran merupakan topik perdebatan teologis yang hangat. Permasalahan yang muncul adalah apakah kekerasan hati itu merupakan kehendak bebas Firaun atau “predetermination” Allah. Kekerasan hati Firaun merupakan salah satu persoalan teologis dalam kitab Keluaran. khususnya kalau kekerasan hati itu merupakan akibat dari tindakan Allah yang mengeraskannya. Apakah adil jika Allah yang mengeraskan hati Firaun, Ia juga yang menghukum Firaun oleh karena kekerasan hati itu? Urutan pemunculan ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” Kel. 421; 73 yang mendahului ungkapan “Hati Firaun berkeras” Kel. 713 atau “Firaun tetap berkeras hati” Kel. 815 menimbulkan kesan bahwa Allah yang pertama-tama mengeraskan hati Firaun dan bukannya tindakan atau pribadi Firaun untuk mengeraskan hatinya. Pemecahan terhadap masalah ini ada pada pertama, penyelidikan ungkapan “Allah mengeraskan Firaun” Kel. 421, 73 atau lebih tepatnya “Allah akan mengeraskan hati Firaun itu” muncul dalam bentuk YQTL imperfect. Bentuk ini menyatakan bahwa memang Allah sedang atau akan membuat hati Firaun keras, tetapi tak menunjuk secara khusus kapan Ia melakukannya. Kedua, Kel. 319 menyatakan bahwa dalam kemahatahuan-Nya Allah telah tahu bahwa raja Mesir atau Firaun akan “mengeraskan hatinya” dengan tidak membiarkan Israel pergi dari Mesir. Firaun hanya akan melepaskan Israel setelah melewati penghukuman yang keras. Ayat ini penting oleh karena menyatakan bahwa Allah telah mengetahui bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Perihal bahwa Allah juga akan mengeraskan hati Firaun tidak lagi menjadi masalah, oleh karena Firaun sendiri yang memulai mengeraskan hatinya. Tindakan Allah mengeraskan hati Firaun akan menambah kekerasan hati Kunci kekerasan hati, Firaun, Allah Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free KEKERASAN HATI FIRAUN DALAM KITAB KELUARANTINDAKAN PRIBADI ATAU TINDAKAN ALLAHSia Kok SinABSTRAKSIKekerasan hati Firaun dalam kitab Keluaran merupakan topik perdebatan teologis yang hangat. Permasalahan yang muncul adalah apakah kekerasan hati itu merupakan kehendak bebas Firaun atau “predetermination” Allah. Kekerasan hati Firaun merupakan salah satu persoalan teologis dalam kitab Keluaran. khususnya kalau kekerasan hati itu merupakan akibat dari tindakan Allah yang mengeraskannya. Apakah adil jika Allah yang mengeraskan hati Firaun, Ia juga yang menghukum Firaun oleh karena kekerasan hati itu? Urutan pemunculan ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” Kel. 421; 73 yang mendahului ungkapan “Hati Firaun berkeras” Kel. 713 atau “Firaun tetap berkeras hati” Kel. 815 menimbulkan kesan bahwa Allah yang pertama-tama mengeraskan hati Firaun dan bukannya tindakan atau pribadi Firaun untuk mengeraskan hatinya. Pemecahan terhadap masalah ini ada pada pertama, penyelidikan ungkapan “Allah mengeraskan Firaun” Kel. 421, 73 atau lebih tepatnya “Allah akan mengeraskan hati Firaun itu” muncul dalam bentuk YQTL imperfect. Bentuk ini menyatakan bahwa memang Allah sedang atau akan membuat hati Firaun keras, tetapi tak menunjuk secara khusus kapan Ia me l akukannya . Ke d ua, Kel. 319 menyata k an ba hwa dalam kemahatahuan-Nya Allah telah tahu bahwa raja Mesir atau Firaun akan “mengeraskan hatinya” dengan tidak membiarkan Israel pergi dari Mesir. Firaun hanya akan melepaskan Israel setelah melewati penghukuman yang keras. Ayat ini penting oleh karena menyatakan bahwa Allah telah mengetahui bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Perihal bahwa Allah juga akan mengeraskan hati Firaun tidak lagi menjadi masalah, oleh karena Firaun sendiri yang memulai mengeraskan hatinya. Tindakan Allah mengeraskan hati Firaun akan menambah kekerasan hati Kunci kekerasan hati, Firaun, AllahKekerasan hati Firaun itu merupakan topik perdebatan teologis. Walter C. Kaiser Jr. membahasnya sebagai salah satu ucapan sulit dalam 1 Perjanjian Lama. Permasalahan yang muncul adalah apakah kekerasan 2hati itu merupakan kehendak bebas Firaun atau “predetermination” Allah. Kekerasan hati Firaun merupakan salah satu persoalan teologis dalam kitab Keluaran, khususnya kalau kekerasan hati itu merupakan akibat dari 3tindakan Allah yang mengeraskannya. Tema “kekerasan hati” ini memang dicatat dua puluh kali dalam Keluaran 4-14, namun yang menjadi persoalan 17 bahwa dalam bagian ini disebutkan bahwa Allah sendiri yang mengeraskan 4ha t i Fi raun sebanyak sep u luh kali. Kitab Keluaran mem a ng mengungkapkan bahwa Firaun berkeras hati Kel. 714, 22815, dll., tetapi juga diungkapkan bahwa Allah mengeraskan hati Firaun Kel. 421; 73; 912, dll.. Menjadi persoalan adalah hati Firaun itu menjadi keras, oleh karena ia sendiri yang berkeras hati atau hal itu merupakan akibat dari tindakan Allah yang mengeraskan untuk menghindari tuduhan terhadap karakter Allah muncul pendapat bahwa kekerasan hati Firaun dimulai dari tindakan Firaun berkeras hati, lalu ditindaklanjuti oleh Allah dengan mengeraskan hatinya 5dan akhirnya menyebabkan bahwa hati Firaun semakin keras. Pendapat ini biasanya diperhadapkan dengan kesulitan urutan pemunculan ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” Kel. 421; 73 yang mendahului ungkapan “Hati Firaun berkeras” Kel. 713 atau “Firaun tetap berkeras hati”Kel. 815. Urutan pemunculan ini menimbulkan kesan bahwa Allah yang pertama-tama mengeraskan hati Firaun dan bukannya tindakan atau pribadi Firaun untuk mengeraskan juga pendapat yang menjelaskan bahwa ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” merupakan ungkapan idiomatis tentang penolakan batiniah Firaun yang telah sampai pada titik yang tak dapat 6dibalikkan atau berubah lagi. Brevard Childs menolak pandangan ini dengan alasan bahwa penafsiran psikologis ini kehilangan inti teologis, karena ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” menunjuk dengan jelas 7adanya “a theology of divine causality”.Beberapa ahli telah membahas topik ini dengan menggunakan 8beberapa pendekatan, di antaranya9Pendekatan Kritik SumberRobert R. Wilson menggunakan pendekatan kritik sumber dalam membahas topik ini. Wilson menyelidiki topik ini dengan menyelusuri sumber Y Yahwist, E Elohist dan P Priestly untuk menemukan kekhasan pembahasan topik ini dalam sumber ini masing-masing. Sumber Yahwist Kel. 714, 815, 32; 97, 34 menggunakan kata ãáë. Allah tidak pernah dijadikan sebagai subyek atau pelaku, tetapi subyeknya adalah hati 10Firaun atau Firaun itu sendiri. Sumber Elohist Kel. 421; 1020, 27 menggunakan kata ÷æç yang menyebutkan Allah sebagai subyek yang mengeraskan hati Firaun dan hanya dalam Kel. 935 kata ini digunakan 11untuk mengungkapkan kondisi hati Firaun. Sedangkan sumber Priestly Kel. 912; 1110; 144, 8, 17 menggunakan kata ÷æç di mana Allah merupakan subyek atau pelaku yang mengeraskan hati dalam 12Kel. 713, 22 815 di mana menggambarkan kekerasan hati Firaun. 8 JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 Sumber Priestly juga menggunakan kata äù÷ dalam Kel. 73 di mana Allah 13merupakan subyek atau pelaku yang akan mengeraskan hati Firaun. Selanjutnya Wilson mengamati dua hal dalam kaitan sumber-sumber ini, yaitu pertama, kata ãáë tak digunakan dalam sumber-sumber kemudian dan diganti dengan kata ÷æç dan äù÷; kedua, sumber-sumber kemudian cenderung melihat Allah sebagai subyek atau pelaku yang menyebabkan 14kekerasan hati Firaun. Wilson juga melihat fungsi motif kekerasan hati ini dalam setiap sumber. Dalam sumber Yahwist motif ini berada dalam akhir kisah tulah yang menunjukkan bahwa walaupun Firaun telah melihat dan mengalami tulah, namun ia tetap mengeraskan hati dan tidak membiarkan umat untuk 15pergi. Ia juga mengungkapkan bahwa dalam sumber Yahwist ini motif kekerasan hati ini menjadi penghubung dan pengikat antara narasi 16penindasan dan narasi tulah. Dalam sumber Elohist Wilson melihat bahwa motif kekerasan ini memberikan kesatuan narasi tulah di mana motif ini merupakan penyebab adanya tulah lagi dan menjadi motif untuk Firaun 17menoolak untuk melepaskan Israel. Juga Allah dianggap sebagai 18penyebab kekerasan hati Firaun ini. Dalam sumber Priestly motif kekerasan digunakan dalam kaitan narasi tulah, namun motif ini digunakan 19dalam menekankan kisah konfrontasi antara Musa dan tulisan Wilson ini menolong bagi mereka yang memegang pendekatan hipotesa dokumen yang mana seseorang dapat menemukan kekhasan dari setiap sumber dalam mengungkapkan motif kekerasan hati ini, tetapi tulisan Wilson tidak memberikan jalan keluar atas persoalan konflik teologis dalam topik kekerasan hati Teologis-Eksegetis20Pendekatan ini dapat ditemukan dalam tulisan Beale. Memang Beale melakukan penyelidikan eksegetis teks-teks yang berkaitan dengan kekerasan hati Firaun ini, namun penyelidikannya dipengaruhi oleh presuposisinya bahwa Allah itu Mahakuasa, sehingga Ia berhak melakukan segala hal, termasuk menjadi sumber atau penyebab utama kekerasan hati Firaun. Ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” dalam Kel. 421 dan 73 mendahului narasi tulah-tulah, menunjukkan bahwa Allah adalah sumber utama kekerasan hati Firaun “the Ultimate Cause of Pharaoh's 21Hardening”. Ia mengungkapkan tujuan Allah mengeraskan hati Firaun adalah “Yahweh hardens Pharaoh's heart primarily to create an Israelite Heilgeschichte, necessarily involving an Egyptian Unheilgeschichte – all of 22which culminates in Yahweh's glory.” Pengerasan hati Firaun oleh Allah merupakan tindakan yang tak bersyarat “unconditional” atau tak bergantung pada keputusan Firaun dan semata-mata merupakan Kekerasan Hati Firaun Dalam Kitab Keluaran 19 23keputusan Beale banyak memberikan informasi eksegetis yang baik, namun hasil akhir penyelidikannya ini sangat dipengaruhi oleh presuposisi teologisnya tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Allah dalam hidup manusia. Aspek kehendak bebas manusia Firaun kurang mendapat tempat, sehingga dapat menimbulkan pertanyaan tentang keadilan Allah. Apakah adil kalau Allah yang merupakan penyebab utama kekerasan hati Firaun juga merupakan Allah yang menghukum Firaun atas kekerasan hati itu?.24Pendekatan konteks sastra dan budayaDorian G. Coover Cox mengangkatkan persoalan keadilan Allah dalam kaitan dengan kekerasan hati Firaun. Dalam kaitan dengan pertanyaan tentang keadilan Allah dalam kaitan kekerasan hati Firaun, Cox menjawab dengan pasti bahwa kitab Keluaran menunjukkan bahwa 25tuduhan bahwa Allah tidak adil adalah tuduhan yang salah. Cox menyelidiki topik ini dengan pendekatan yang memperhatikan konteks sastra dan budaya. Melalui penyelusuran konteks sastra Cox menyelusuri adanya kisah-kisah dalam kitab Kejadian dan Keluaran yang mengungkapkan telah 26adanya ketegangan atau permusuhan antara Allah dan Mesir Firaun. Cox memulai dengan kisah Penciptaan yang menunjukkan Allah adalah 27Pencipta dan Pemilik segala sesuatu, termasuk yang dimiliki oleh Firaun. Selanjutnya ia mengungkapkan tentang keberadaan keturunan Abraham Israel dan penindasan mereka di Mesir yang telah Allah nubuatkan pada masa Abraham Kej. 1513-14, ketegangan antara Abraham dan keturunannya dengan raja-raja asing termasuk Mesir – Kej. 1210-20 dan 28kisah Yusuf yang menyelamatkan Mesir. Dalam kaitan dengan kitab Keluaran, Cox mengungkapkan salah satu tema penting dalam kitab Keluaran adalah melalui segala karya-Nya termasuk tulah-tulah, Allah 29ingin manusia mengakui Dia sebagai Tuhan. Kisah dalam Keluaran tak didasarkan pada masalah etnis, di mana adanya superioritas Israel atas 30Mesir. Kekerasan hati Firaun nampak dalam wujud ketidakbersediaannya untuk mengakui Allah sebagai Tuhan dan rencana-Nya untuk 31membebaskan Israel dari Mesir. Cox juga mengangkapkan perihal kemarahan Musa terhadap Firaun sebagai dasar bahwa Firaun pun bertanggung jawab atas kekerasan hatinya, walaupun Musa tahu 32bahwa Allah juga berperan dalam kekerasan hati Firaun. Sedangkan melalui perhatian terhadap konteks budaya Mesir, Cox mengkontraskan konsep Mesir tentang Firaun sebagai raja yang besar dan kitab Keluaran yang menempatkan Firaun di bawah kekuasaan Allah 33sebagai Raja yang Besar itu. Firaun adalah raja yang memberontak atas 20 JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 34kekuasaan Allah, Sang Raja Besar itu. Tulah-tulah tak hanya menyerang 35sistem kepercayaan Mesir, tetapi juga status Firaun. Cox juga memberikan uraiannya tentang kekerasan hati dalam konteks budaya Mesir yang menunjukkan dalam hati yang ringan akan menikmati hidup kekal, sedangkan hati yang berat menimbulkan masalah besar bagi yang bagian kesimpulan dapat ditemukan bahwa secara umum Cox berupaya menyimbangkan kekerasan hati Firaun itu sebagai tindakan yang 37bersifat alami dan supraalami. Bersifat alami oleh karena tindakan itu merupakan keputusan pribadi Firaun dan bersifat supraalami oleh karena hal itu juga merupakan karya Allah atas diri Firaun. Oleh karena itu Allah tidak dapat dituduh bahwa Ia tak adil, oleh karena kekerasan hati Firaun itu juga merupakan keputusan pribadi Firaun. Cox mengungkapkan bahwa jika Allah tidak mengeraskan hati Firaun, Firaun secara hakiki tidak akan berbeda dan perbedaannya hanyalah bahwa mungkin ia hanya akan 38mengalami tulah yang lebih penulis bahwa pendekatan konteks sastra dan budaya yang dicetuskan oleh Cox, tidaklah memberikan solusi yang berarti atas perdebatan tentang kekerasan hati Firaun. Tulisan Cox hanya memberikan informasi tambahan dalam melihat perdebatan ini dalam persektif yang lain, tapi belum memberikan solusi yang Kritik NarasiDalam membahas topik ini David M. Gunn menggunakan pendekatan kritik narasi yang memberikan perhatian pada plot dan karakter Keluaran 1-3914. Ia mengungkapkan “Plot implies action, action by characters and actions impinging on characters…. Questions about the cause or motivation of the hardening will therefore rapidly develop into questions about the 40characters involved.” Gunn mengungkapkan bahwa Firaun merupakan 41karakter pemimpin yang bengis. Hal itu dapat dilihat dalam kisah penolakan Firaun terhadap permintaan Musa untuk mengizinkan Israel 42mengadakan perayaan bagi Yahweh Kel. 51-9. Karakter Firaun itu semakin jelas dalam kisah tulah-tulah yang juga mengungkapkan bagaimana ia mengeraskan hatinya dengan tidak memberikan respons yang tepat terhadap tulah-tulah itu dan juga tidak membebaskan Israel. Ketika membahas antara karakter Allah dan Firaun dalam kaitan dengan kekerasan hati Firaun, Gunn mengungkapkan“To summarize so far, we can that while in the early stages of the story we are invited to see Pharaoh as his own master, hardening his own heart perhaps the legacy of the J story, as the narrative develops it becomes crystal clear that God is ultimately the only agent of heart-hardening who matters the Plegacy. “Pharaoh's heart was hardened” Kekerasan Hati Firaun Dalam Kitab Keluaran 21 thus becomes a kind of shorthand for “Yahweh caused Pharaoh's heart to harden.” If Pharaoh may been directly responsible for his attitude as the commencement, by the end of the story he is depicted as acting 43against his own better judgement, a mere puppet of Yahweh.”Jadi dapat dikatakan bahwa Firaun pada awalnya yang mengeraskan hatinya dengan melawan Allah dan dalam perkembangannya Allah berperan aktif mengeraskan hati Firaun, sehingga tak ada lagi pilihan lagi bagi Firaun selain hatinya menjadi semakin keras dalam kendali Gunn ini dikritik oleh Beale oleh karena penekanan terhadap peran Allah “divine casuality” dalam mengeraskan hati Firaun, 44membebaskan Firaun dari tanggung jawab atas tindakannya. Bagi penulis kritik Beale agak berlebihan, karena Gunn juga membahas peran Firaun “human causality” dalam kekerasan hatinya. Dalam tulisannya ini Gunn memberikan perhatian pada adanya perkembangan kekerasan hati Firaun. Kekerasan hati Firaun dimulai dari tindakan Firaun berkeras hati, lalu ditindaklanjuti oleh Allah dengan mengeraskan hatinya dan akhirnya menyebabkan bahwa hati Firaun semakin keras. Pendapat Gunn ini biasanya diperhadapkan dengan kesulitan dengan urutan pemunculan ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” Kel. 421; 73 yang mendahului ungkapan “Hati Firaun berkeras” Kel. 713 atau “Firaun tetap berkeras hati”Kel. 815. Urutan pemunculan ini menimbulkan kesan bahwa Allah yang pertama-tama mengeraskan hati Firaun dan bukannya tindakan atau pribadi Firaun untuk mengeraskan kaitan dalam upaya pembahasan topik ini, pertama-tama penulis menggunakan tulisan Robert B. Chisholm Jr. yang menyusun ayat- 45ayat yang berkaitkan dengan topik ini dalam tiga bagian, yaituTeks yang mengungkapkan Allah sebagai SubyekKel. 421 Aku akan mengeraskan hatinyaABêli-ta, qZEåx;a] ÷æç Piel, YQTLKel. 73 Aku akan mengeraskan hati Firaunh[o+r>P; bleä-ta, hv, ynIïa]w äù÷ Hiphil, YQTLKel. 912 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[oêr>P; bleä-ta, hw"hy> qZEÜx;y>w ÷æç Piel, WYQTLKel. 101 Aku telah membuat hatinya dan hati para pegawainya berkeraswyd'êb'[] bleä-ta,w> ABli-ta, yTid>B; ynIa ]ãáë Hipihil, QTLKel. 1020 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[o+r>P; bleä-ta, hw"ßhy> qZEïx;y>w ÷æç Piel, WYQTLKel. 1027 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[o+r>P; bleä-ta, hw"ßhy> qZEïx;y>w ÷æç Piel, WYQTL22 JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 Kel. 1110 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[oêr>P; bleä-ta, hw"hy> qZEÜx;y>w ÷æçPiel, WYQTLKel. 144 Aku akan mengeraskan hati Firaun éh[or>P;-ble-ta, ÷æç Piel, WQTLKel. 148 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[or>P; bleÛ-ta, hA'hy> qZEåx;y>w ÷æç Piel, WYQTLKel. 1417 Aku akan mengeraskan hati orang Mesir~yIr; bleä-ta, qZEx;m. ynIÜn>hi ynI©a]w ÷æç Piel, partisipTeks yang mengungkapkan Firaun sebagai subyekKel. 815 Ia tetap berkeras hati TB811 ABêli-ta, ãáë Hiphil, infinitive absoluteKel. 832 Firaun tetap berkeras hati828 ABêli-ta, h[or>P; ãáë Hiphil, WYQTLKel. 934 Ia tetap berkeras hati, baik ia maupun para pegawainya`wyd'b'[]w aWhï ABßli ãáë Hiphil, WYQTLKel. 1315 Sebab ketika Firaun dengan tegar menolak untuk membiarkan kita pergi éh[or>p; hv' yhiy>w äù÷ Hiphil, QTLTeks yang mengungkapkan kondisi hati Firaun yang kerasKel. 713 Hati Firaun berkeras h[oêr>P; bleä qzx/YP; bleä dbeÞK' ãáë Predicative AdjectiveKel. 722 Hati Firaun berkeras h[or>P;-ble qzÜx/YP;-ble qzÜx/YP; bleä dB; ãáë Qal, WYQTLKel. 935 Berkeraslah hati Firaunh[oêr>P; bleä qzx/YP; bleä-ta, hv, ynIïa]w. Kata kerja äù÷muncul dalam bentuk Hiphil, YQTL. Bentuk Hiphil ini dapat dikategorikan dalam factitive yang 49menunjuk kepada penyebab yang menghasilkan suatu keadaan. Jadi ayat-ayat ini menyatakan bahwa memang Allah sedang atau akan membuat hati Firaun keras, tetapi tak menunjuk secara khusus kapan Ia melakukannya. Ayat ini tak memungkiri adanya peranan Allah dalam kekerasan hati Firaun, tetapi ayat ini tak menunjukkan bahwa Allah telah mengeraskan hati Firaun. Allah sedang atau akan menyebabkan hati Firaun 50keras, tetapi tentang waktunya belum dinyatakan secara bahwa Allah telah mengeraskan hati Firaun baru disebutkan dalam h[oêr>P; bleä-ta, hw"hy> qZEÜx;y>w. Munculnya ungkapan ini dalam konteks tulah keenam, berarti Firaun dan orang Mesir 24 JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 telah mengalami enam tulah dari Allah. Sedangkan ungkapan “hati Firaun telah menjadi keras” sudah disebutkan dalam Kel. 713 dan ungkapan “Firaun mengeraskan hatinya” disebutkan dalam Kel. 815. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa ketika hati Firaun berkembang menjadi keras atau Firaun mulai mengeraskan hatinya, maka Allah mulai bertindak untuk 51mengeraskan hati kaitan dengan hal ini, bagian lain yang penting diperhatikan adalah Kel..319 yang mengungkapkan “tetapi Aku tahu bahwa raja Mesir tidak akan membiarkan kamu pergi, kecuali dipaksa oleh tangan yang 52 kuat.”. yKi yTi[.d;êy" ynIåa]wBagian ini mengungkapkan bahwa dalam kemahatahuan-Nya Allah telah tahu bahwa raja Mesir atau Firaun akan “mengeraskan hatinya” dengan tidak membiarkan Israel pergi dari Mesir. Firaun hanya akan melepaskan Israel setelah melewati penghukuman yang keras. Ayat ini penting oleh karena menyatakan bahwa Allah telah mengetahui bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Perihal bahwa Allah juga akan mengeraskan hati Firaun tidak lagi menjadi masalah, oleh karena Firaun sendiri yang memulai mengeraskan hatinya. Tindakan Allah mengeraskan hati Firaun akan menambah kekerasan hati Munculnya ungkapan “Allah mengeraskan Firaun” memang lebih awal dari pada ungkapan Firaun mengeraskan hatinya ataupun hati Firaun menjadi keras, tetapi hal ini tak dapat dijadikan dasar untuk menerima konsep “predetermination” Allah atas kekerasan hati Firaun. Oleh karena ungkapan “Allah mengeraskan Firaun” atau lebih tepatnya “Allah akan mengeraskan hati Firaun itu” muncul dalam bentuk YQTL imperfect. Bentuk ini menyatakan bahwa memang Allah sedang atau akan membuat hati Firaun keras, tetapi tak menunjuk secara khusus kapan Ia melakukannya. Ayat ini tak memungkiri adanya peranan Allah dalam kekerasan hati Firaun, tetapi ayat ini tak menunjukkan bahwa Allah telah mengeraskan hati Firaun. Dapat saja dipahami bahwa tindakan Allah mengeraskan hati Firaun seiring dengan tindakan Firaun mengeraskan hatinya. Oleh karena itu tidaklah dapat diterima anggapan bahwa dalam hal ini Allah berlaku membingungkan, oleh karena Ia yang menjadi perancang kekerasan hati Firaun dan kemudian Ia menghukum Firaun atas kekerasan hati ini. Pendapat yang mengungkapkan bahwa tindakan Allah mengeraskan hati Firaun seiring dengan tindakan Firaun mengeraskan hatinya, membuat Firaun tetap harus bertanggung jawab dari kekerasan Kel. 319 merupakan ayat penting dalam kaitan tentang topik kekerasan hati ini. Ayat ini menyatakan bahwa Allah dalam kemahatahuan-Nya mengetahui bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Ketika topik ini Kekerasan Hati Firaun Dalam Kitab Keluaran 25 difahami dalam perspektif kemahatahuan Allah dan bukannya kedaulatan Allah yang melakukan “predetermination”, maka hal ini tak lagi menjadi masalah atau konflik Peranan Allah dalam kekerasan hati Firaun tak dapat dihilangkan, tetapi perlu ditempatkan pada proposinya. Tindakan Allah mengeraskan hati Firaun bukanlah penyebab utama kekerasan hati Firaun, tetapi lebih merupakan tindakan penguatan terhadap tindakan Firaun yang telah mengeraskan hatinya. Oleh karena itu tindakan Allah mengeraskan hati Firaun dapat dikatakan merupakan bagian awal atau pendahuluan note1. Walter C. Kaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama Malang SAAT, 1998, h. Scott. M. Langston, Exodus Through the Centuries Oxford Blackwell Publishing, 2006, pp. Dorian G. Coover Cox, “The Hardening of Pharaoh’s Heart in Its Literary and Cultural Contexts,” Bibliotheca Sacra 163July-September 2006, Kaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama, h. Langston mengutip pandangan Origenes yang mengungkapkan bahwa Allah mengeraskan hati orang yang telah berkeras hati, sehingga kekerasan hati itu merupakan sesuatu yang jahat timbul dari dalam orang itu dan bukan merupakan tindakan Allah predetermination. Exodus Through the Centuries, p. Brevard S. Childs, The Book of Exodus Louisville The Westminster Press, 1976, p. Ibid., p. 1748. Para ahli yang disebutkan dalam bagian ini sebatas kemampuan penulis dalam memperoleh materi. Ada beberapa artikel atau tulisan lain yang membahas topic ini, tetapi penulis tak mampu memperoleh materi Robert R. Wilson, “The Hardening of Pharaoh’s Heart”, The Catholic Biblical Quarterly, 41, 1979, Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Beale, “An Exegetical and Theological Consideration of The Hardening of Pharaoh’s Heart in Exodus 4-14 and Romas 9,” Trinity Journal 5 NS 1984, Ibid.,133-8, 148-922. Ibid. Ibid., Dorian G. Coover Cox, “The Hardening of Pharaoh’s Heart in Its Literary and Cultural Contexts,” Bibliotheca Sacra 163 July-September 2006, 292-311. 25. Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., 302. 35. Ibid., Ibid., JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 37. Ibid., Ibid., David M. Gunn, “The Hardenng of Pharaoh’s Heart’ Plot, Character and Theology in Exodus 1-14,” Art and Meaning Rhetoric in Biblical Literature, ed. David Clines, David M. Gunn, and J. Hauser, JSOTS 19 Sheffield JSOT, 1982, Ibid., Ibid., Beale, “An Exegetical and Theological Consideration…,” Bagian-bagian ini merupakan pengembangan dari tulisan Robert B. Chisholm Jr., “Divine Hardening in the Old Testament”, Bibliotheca Sacra 153 October-December 1996, Ibid., Ibid., Fretheim, Exodus, p. Arnold and Choi, A Guide to Biblical Hebrew Syntax, p. Walter C. Kaiser Jr. memahami bagian ini seperti nubuatan para nabi, yang walaupun tak disebutkan persyaratannya. Oleh karena itu ia memahami bahwa Allah tak dapat dipandang sebagai penyebab utama kekerasan hati Firuan. Band. Kaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama, h. Band. Fretheim, Exodus, p. Kata kerjanya dalam bentuk Qal, QTL perfekt. Penggunaan kata ganti orang pertama sebagai subyek juga menunjuk pada aspek penekanan dalam bagian kalimat Hati Firaun Dalam Kitab Keluaran 27 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this T. ArnoldJohn H. ChoiCambridge Core - Biblical Studies - Old Testament, Hebrew Bible - A Guide to Biblical Hebrew Syntax - by Bill T. ArnoldDorian G Coover CoxPharaoh's heart in the Book of Exodus, readers may feel pulled in two directions. On the one hand they may feel sympathy for Pharaoh and have doubts about the Lord's justice. On the other hand they may be pulled toward allegiance to the Lord, who res-cued the Israelites. The question of whether God was unfair in hardening Pharaoh's heart comes up even in Romans 9. Sternberg maintains that "of the various challenges facing the biblical narra-tor as ideological persuader, the most basic and formidable derives from the tension between two constraints. One is his commitment to the divine systen* of norms, absolute and demanding and in ap-plication often ruthless; the other, his awareness of the necessity and difficulty of impressing it on a human audience. The problem is always . . . how to get man to adopt a world-picture that both transcends and threatens man; how to win the audience over to the side of God rather than of their fellow-mortals." 1 Sternberg is correct that this is no easy task. Eslinger, for ex-ample, contends that once the fact of God's hardening Pharaoh's heart is announced, "the narrator has discarded the possibility of telling a tale of real triumphs over the Egyptian king. After this, Dorian G. Coover Cox is Assistant Professor of Old Testament Studies, Dallas Theological Seminary, Dallas, Texas, and Associate Editor, Bibliotheca Sacra. 1 Meir Sternberg, "The Bible's Art of Persuasion Ideology, Rhetoric, and Poetics in Saul's Fall," in Beyond Form Criticism Essays in Old Testament Literary Criti-cism, ed. Paul R. House Winona Lake, IN Eisenbrauns, 1992, 235. In this discus-sion he also notes the simultaneous rhetorical problem for the narrator of "how to accomplish the task of persuasion without dwarfing, betraying or compromising the object of persuasion" ibid..Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama Malang SAAT, 1998, hC WalterJr KaiserWalter C. Kaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama Malang SAAT, 1998, h. Yang Sulit Dalam Perjanjian LamaJr KaiserKaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama, h. Hardening of Pharaoh's HeartRobert R WilsonRobert R. Wilson, "The Hardening of Pharaoh's Heart", The Catholic Biblical Quarterly, 41, 1979, Exegetical and Theological Consideration of The Hardening of Pharaoh's Heart in Exodus 4-14 and Romas 9G K Beale, "An Exegetical and Theological Consideration of The Hardening of Pharaoh's Heart in Exodus 4-14 and Romas 9," Trinity Journal 5 NS 1984, yang mengungkapkan bahwa Allah mengeraskan hati orang yang telah berkeras hati, sehingga kekerasan hati itu merupakan sesuatu yang jahat timbul dari dalam orang itu dan bukan merupakan tindakan Allah predetermination. Exodus Through the CenturiesLangston Mengutip PandanganLangston mengutip pandangan Origenes yang mengungkapkan bahwa Allah mengeraskan hati orang yang telah berkeras hati, sehingga kekerasan hati itu merupakan sesuatu yang jahat timbul dari dalam orang itu dan bukan merupakan tindakan Allah predetermination. Exodus Through the Centuries, p. 33. Ibid., 301-2. 34. Ibid., 302. 35. Ibid., 303. 36. IbidIbidIbid., 300-1. 33. Ibid., 301-2. 34. Ibid., 302. 35. Ibid., 303. 36. Ibid., 305-6. 37. Ibid., 308. 38. Ibid., 'Hardenng of Pharaoh's Heart' Plot, Character and Theology in Exodus 1-14David M GunnDavid M. Gunn, "The 'Hardenng of Pharaoh's Heart' Plot, Character and Theology in Exodus 1-14," Art and Meaning Rhetoric in Biblical Literature, ed. David Clines, David M. Gunn, and J. Hauser, JSOTS 19 Sheffield JSOT, 1982, 72-96.
Darimana datangnya segala sesuatu yang baik, dan dapatkah kamu memberikan sebuah contoh? Apa yang pertama-tama Allah ciptakan? Mengapa malaikat yang pertama itu luar biasa? Cerit
BerandaKlinikIlmu HukumTeori Kedaulatan, Pe...Ilmu HukumTeori Kedaulatan, Pe...Ilmu HukumSenin, 11 Juli 2022Apa saja jenis-jenis teori kedaulatan dalam ilmu negara? Kemudian, apa yang dimaksud dengan pemisahan kekuasaan dan rule of law?Ilmu negara tidak akan dapat dipisahkan dari unsur negara, kedaulatan, kekuasaan, dan hukum. Sebab, hal-hal tersebut adalah ruang lingkup pembahasan dari ilmu negara itu sendiri. Melalui artikel ini, kami menerangkan beberapa teori kedaulatan, pemisahan kekuasaan menurut para filsuf, dan juga sebuah konsep penting bernama rule of law. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra KedaulatanKedaulatan dalam Bahasa Inggris disebut sovereignty, dan dalam Bahasa Jerman disebut souveränität. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, kedaulatan berasal dari bahasa latin “superanus” yang artinya teratas. Negara dikatakan berdaulat karena kedaulatan merupakan ciri hakiki dari sebuah negara. Bila dikatakan negara itu berdaulat, artinya negara memiliki kekuasaan tertinggi.[1]Menurut Mochtar Kusumaatmadja, dapat jelaskan bahwa pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi memiliki batasan penting, yaitu[2]Kekuasaan terbatas pada batas wilayah negara pemilik berakhir ketika kekuasaan negara lain kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi negara, yaitu kekuasaan yang tidak berada di bawah kekuasaan lain. Sebagai contoh, pemerintah yang berdaulat ke dalam artinya rakyat mentaati pemerintah sehingga dapat terlaksana ketertiban hukum di negara tersebut. Sedangkan pemerintah yang berdaulat ke luar artinya negara mampu mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan dari pihak lain.[3]Teori Kedaulatan dalam Ilmu NegaraBerikut ini kami jelaskan satu per satu teori-teori kedaulatan dalam ilmu Kedaulatan TuhanTeori Kedaulatan Tuhan dipelopori oleh Agustinus dan Thomas Aquinas.[4] Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi ada di tangan Tuhan, dengan demikian seluruh perintah negara harus merupakan implementasi dari kedaulatan Tuhan. Seluruh gerak dan aktivitas pemerintahan dan rakyat harus sesuai dengan kehendak Tuhan.[5]Doktrin ini juga disebut sebagai doktrin teokratis, yang merupakan upaya paling awal dan paling tua yang dilakukan oleh manusia untuk menjawab masalah atau sesuatu yang berkaitan dengan hubungan kekuasaan.[6] Berdasarkan sejarah, disebutkan bahwa banyak penguasa zaman kuno yang mengaku dirinya sebagai Tuhan, atau mengaku sebagai wakil Tuhan.[7]Namun, raja yang berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan sebagai wakil Tuhan ternyata dapat ditaklukkan oleh raja lain yang bukan wakil Tuhan. Bahkan, pemberontak juga dapat menaklukan raja. Akibatnya, kepercayaan orang terhadap doktrin teori kedaulatan Tuhan memudar.[8]Teori Kedaulatan RajaThomas Hobbes dapat dipandang sebagai pelopor teori kedaulatan Raja. Menurut Hobbes, teori ini berarti kekuasaan tertinggi berada pada raja dan dapat dihubungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja.[9]Raja pada umumnya bersandar pada kemampuan untuk menyakinkan rakyat bahwa ia dan keturunannya adalah orang-orang yang berhak diangkat dalam kedaulatan atau berhak mendapatkan kekuasaan yang tertinggi. Pada dasarnya, Tuhan lah yang memberikan hak untuk memerintah secara mutlak kepada para demikian, kekuasaan politik yang dimiliki para raja tidak dapat dicabut oleh rakyat jelata. Kekuasaan mutlak tersebut membawa pada pemerintahan yang tirani, yakni raja melakukan penyelewenangan. Rakyat kemudian mulai memberontak dan menyadari kekuatan sendiri sebagai rakyat yang memiliki identitas dan hak.[10]Teori Kedaulatan RakyatTeori kedaulatan rakyat adalah reaksi atas teori kedaulatan raja yang menghasilkan monopoli dan penyimpangan kekuasaan, yang pada akhirnya menimbulkan tirani dan kesengsaraan rakyat. Jean Jacques Rousseau mengemukakan kedaulatan rakyat melalui buku Du Contract Social. Menurut doktrin Rousseau mengenai Du Contract Social atau perjanjian masyarakat, dalam suatu negara natural liberty telah berubah menjadi civil liberty, yakni di mana rakyat memiliki hak-haknya. Kekuasaan rakyat sebagai yang tertinggi dalam hal ini melampaui perwakilan yang didasari suara terbanyak dari kehendak bersama general will, volonte generale. Kehendak bersama tersebut harus berdasarkan kepentingan dari golongan yang terbanyak. Jadi, apabila hanya kepentingan satu golongan minoritas yang diutamakan, maka hal tersebut bukan merupakan kepentingan umum.[11]Dalam teori ini, rakyat dilibatkan dalam segala aspek penyelenggaraan negara sehingga segala urusan negara tidak ada yang terlepas dari jangkauan kedaulatan rakyat. Rakyat juga harus dilibatkan dalam pembentukan undang-undang atau hukum baik secara langsung melalui referendum ataupun melalui sistem perwakilan melalui wakil rakyat.[12] Pada intinya, keterlibatan rakyat dalam segala aspek penyelenggaraan negara adalah konsekuensi dari negara demokrasi modern.[13]Teori Kedaulatan NegaraTeori kedaulatan negara dipelopori oleh Jean Bodin, Thomas Hobbes, John Austin, dan George Jellinek. Dalam teori ini, negara merupakan subjek hukum atau rechtspersoon. Sebagai subjek hukum, maka negara memiliki hak dan kewajiban seperti layaknya manusia yang dapat melakukan berbagai perbuatan atau tindakan hukum. Perbuatan atau tindakan hukum tersebut dijalankan oleh organ dan aparatur pemerintahan negara.[14]Dalam teori ini, negara dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, bukan raja, bukan rakyat, dan bukan Tuhan.[15] Kekuasaan tertinggi yang ada pada negara mudah disalahgunakan oleh penguasa raja. Hal ini terbukti pada masa pemerintahan Louis XIV di Perancis, dengan kekuasannya yang mutlak dan menganggap dirinya sebagai negara l’etat c’est moi/ I myself am the nation.[16]Teori Kedaulatan HukumTeori kedaulatan hukum adalah reaksi dari teori kedaulatan negara. Seperti yang dikemukakan oleh Krabbe, kekuasaan tertinggi tidak lagi berada pada raja dan negara, melainkan berada pada hukum. Sumber dari teori ini adalah kesadaran hukum setiap orang.[17]Dalam doktrin kedaulatan hukum, posisi hukum lebih tinggi daripada negara karena doktrin kedaulatan hukum dilandasi oleh prinsip hukum lebih tinggi daripada negara. Sebagai konsekuensinya, negara juga harus tunduk kepada hukum, atau dengan pengertian lain, hukum berdaulat atas negara.[18]Baca juga Teori Kedaulatan Rakyat dan Penerapannya di IndonesiaPemisahan KekuasaanPrinsip pemisahan kekuasaan dalam konstruksi filososif telah dirumuskan sejak zaman Aristoteles, dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh John Locke dan Montesquieu.[19] John Locke membagi pemisahan kekuasaan menjadi[20]Legislative;Executive;Federative power of the Locke menjelaskan bahwa lembaga legislatif merupakan lembaga yang dipilih dan disetujui oleh warga negara chosen and appointed, yang berwenang membuat undang-undang, dan merupakan kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Kekuasaan legislatif tidak perlu dilaksanakan dalam sebuah lembaga yang permanen. Alasannya, karena bukan merupakan pekerjaan rutin pemerintahan dan dikhawatirkan adanya penyimpangan kekuasaan jika lembaga dijabat oleh seseorang dalam waktu lama.[21]Kekuasaan eksekutif menurut John Locke memiliki tugas untuk melaksanakan undang-undang, dan termasuk kekuasaan untuk mengadili. Sedangkan kekuasaan federatif tugasnya meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti membuat aliansi dan sebagainya. Pada zaman sekarang kita kenal dengan hubungan luar negeri.[22]Berbeda dengan John Locke, Montesquieu membagi jenis kekuasaan menjadi[23]Legislatif;Eksekutif; tersebut dikenal dengan istilah Trias Politica.[24] Apa pengertian dari Trias Politica? Konsep Trias Politica merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.[25]Menurut Montesquieu, kekuasaan legislatif memiliki tugas untuk membuat undang-undang. Kekuasaan eksekutif memiliki tugas untuk menyelenggarakan undang-undang. Sedangkan kekuasaan yudikatif bertugas untuk mengadili atas pelanggaran undang-undang yang terjadi.[26]Baca juga Makna Trias Politica dan Penerapannya di IndonesiaRule of LawKonsep rule of law merupakan istilah doktrinal yang berkembang pada abad ke-19. Konsep ini dikemukakan oleh Dicey dan memiliki beberapa karakteristik.[27] Pertama, tidak ada satu orang pun dapat diberikan hukuman kecuali oleh badan pengadilan yang berlaku umum. Kedua, tidak ada satu orang pun yang berada di atas hukum. Dalam pengertian lain, apa pun derajat dan kondisinya, orang tersebut tunduk kepada hukum yang berlaku umum yang dapat diajukan tuntutan ke pengadilan yang bersifat umum juga. Dalam situasi seperti ini terdapat kesetaraan hukum yang juga berlaku bagi para pejabat resmi yang memerintah warga negara. Ketiga, prinsip-prinsip umum konstitusi merupakan hasil dari putusan pengadilan yang menentukan hak-hak pribadi dari seseorang khususnya yang diputus oleh pengadilan.[28]Rule by law adalah pemerintahan yang dilaksanakan menurut hukum dibandingkan pengaturan dalam kedikatatoran adalah hal yang penting untuk menuju modernisasi. Dalam konsep ini, aturan-aturan yang ditentukan hukum lebih baik dibandingkan aturan-aturan yang bersifat personal. Dengan demikian, hukum menjadi rasional untuk mengatur atau menentukan arah perkembangan masyarakat.[29]Baca juga Konsep Rule of Law dan Penerapannya di IndonesiaKesimpulannya, dalam mempelajari ilmu negara kita pasti perlu memahami juga berbagai teori kedaulatan, yakni teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan raja, teori kedaulatan rakyat, teori kedaulatan negara, dan teori kedaulatan hukum. Selain itu, konsep pembagian kekuasaan terutama trias politica merupakan sebuah konsep yang penting dalam ilmu negara, yakni terdiri dari kekuasaan legistatif, eksekutif, dan yudikatif. Tak hanya itu, konsep penting untuk menuju modernisasi, yakni rule of law juga perlu jawaban dari kami, semoga Yulistyowati, Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Studi Komparatif atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen, Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Vol. 18, No. 2, 2016;Dody Nur Andriyan, Ilmu Negara Sejarah, Teori, dan Filosofi Tujuan Negara, Yogyakarta CV. Pustaka Ilmu Group, 2021;Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014;Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016;Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2005;M. Iman Santoso, Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara dalam Sudut Pandang Keimigrasian, Jurnal Binamulia Hukum, Vol. 07, No. 1, 2018;Mochtar Kusumaatmadja Pengantar Hukum Internasional, Bandung Alumni, 2003;Suparto, Teori Pemisahan Kekuasaan dan Konstitusi Menurut Negara Barat dan Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 19, No. 1, 2019;Merriam Webster Dictionary, yang diakses pada 8 Juli 2022, pukul WITA.[1] M. Iman Santoso, Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara dalam Sudut Pandang Keimigrasian, Jurnal Binamulia Hukum, Vol. 07, No. 1, 2018, hal. 1[2] Mochtar Kusumaatmadja Pengantar Hukum Internasional, Bandung Alumni, 2003, hal. 16-18[3] Dody Nur Andriyan, Ilmu Negara Sejarah, Teori, dan Filosofi Tujuan Negara, Yogyakarta CV. Pustaka Ilmu Group, 2021, hal. 62[4] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 288[5] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 90[6] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 286[7] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 90[8] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 288[9] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 291[10] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 91[11] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 91-92[12] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 293[13] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 294[14] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 295-296[15] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 296[16] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 298[17] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 93[18] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta Erlangga, 2014, hal. 302[19] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 125[20] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 120[21] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 120[22] Suparto, Teori Pemisahan Kekuasaan dan Konstitusi Menurut Negara Barat dan Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 135[23] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 120[24] Efi Yulistyowati, Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Studi Komparatif atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen, Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Vol. 18, No. 2, 2016, hal. 330[25] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 152[26] Suparto, Teori Pemisahan Kekuasaan dan Konstitusi Menurut Negara Barat dan Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 135[27] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 136[28] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 136-137[29] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar Oase Pustaka, 2016, hal. 140Tags
6T4IZU.
  • j8dw4hpcs9.pages.dev/589
  • j8dw4hpcs9.pages.dev/444
  • j8dw4hpcs9.pages.dev/344
  • j8dw4hpcs9.pages.dev/172
  • j8dw4hpcs9.pages.dev/1
  • j8dw4hpcs9.pages.dev/260
  • j8dw4hpcs9.pages.dev/455
  • j8dw4hpcs9.pages.dev/272
  • jelaskan kedaulatan tuhan atas tindakan firaun