1 Adab terhadap orangtua. Orang tua merupakan sosok yang paling dekat hubungannya dengan anaknya. Pengorbanan orang tua sungguh tiada tara, mereka mendidik kita dan menyerahkan hidupnya untuk keselamatan anaknya. Islam mengajarkan agar seorang anak untuk selalu menaati orang tuanya selama tidak bertentangan dengan agama.
Buku Kenali Dirimu, Temukan Tujuan Hidupmu dari Allah, untuk Allah, hanya Allah, oleh Royhan Firdausy Sumber Dokumen PribadiMenjaga hubungan persaudaraan adalah kewajiban setiap manusia tanpa terkecuali. Memercikkan api perselisihan sama halnya dengan mengundang adanya permusuhan, peperangan, dan perpecahan. Islam adalah agama perdamaian dan penebar kasih sayang untuk alam semesta. Maka setiap muslim harus memancarkan cahaya kebaikan dan membumikan nilai-nilai Islam dengan perangai yang baik serta sikap yang bijak dan santun. Itulah sebabnya, syariat dan akhlak Islam ditegakkan untuk seluruh masyarakat sebagai pelajaran dan untuk memelihara kerukunan tidak cukup hanya dengan teori, dakwah, atau diskusi. Kerukunan akan menjadi mantap jika kita memulai dari diri kita sendiri dengan mencerminkan akhlak yang baik kepada orang lain. Sebab, akhlak yang baik bisa jadi kita akan menginspirasi kepada orang lain. Kita sejatinya adalah cermin. Orang sering kali tidak akan melihat apa yang kita bicarakan tetapi apa yang kita kerjakan. Dengan begitu, maka berakhlaklah yang baik sebagai upaya menjaga persaudaraan harus akhlak? Karena, akhlak ialah yang mampu menjaga ikatan persaudaraan kita tetap harmonis. Akhlak merupakan refleksi jiwa dalam memancarkan nilai-nilai kebaikan, cinta dan kasih sayang. Pada puncaknya kita dapat merasakan kebahagiaan. Sayyidina Ali mengibaratkan akhlak baik air yang dapat menumbuhkan pepohonan. Manusia juga sangat memerlukan akhlak untuk menumbuhkan keharmonisan sosial. Tumbuh dan hancurnya suatu bangsa tergantung bagaimana akhlak warganya. Sebagaimana ungkapan penyair Mesir Ahmad Syauki yang dikutip M. Quraish shihab, “Eksistensi masyarakat ditentukan oleh tegaknya moral; bila moral runtuh, kepunahan mereka tiba.”Dalam sebuah hadist, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kejahatan dan perbuatan jahat bukanlah bagian dari ajaran Islam. Dan, sungguh baiknya keislaman seseorang adalah ia yang paling baik akhlaknya.”Kualitas Islam tidak hanya ditentukan oleh ibadah yang telah menjadi kewajiban kita seperti shalat atau budi pekerti kita sehari-hari. Artinya, siapa yang baik akhlaknya kepada siapa pun yang di hadapannya maka akan bertambah baik kualitas Islamnya. Terlebih lagi apabila ibadah kepada Allah dilakukan dengan sempurna, kemudian ditopang dengan amal saleh kepada manusia. Maka jadi sempurna iman dan Saw juga bersabda, “Akhlak yang baik dapat menghapus kesalahan, bagaikan air yang menghancurkan tanah yang keras. Dan akhlak yang jahat dapat merusak amal, seperti cuka merusak manisnya madu.”Demikian halnya dengan keutuhan persaudaraan kita. Tanpa akhlak maka hubungan kita akan retak bahkan sampai hancur. Jika kita benar-benar ingin menegakkan Islam dengan menjaga persaudaraan, maka milikilah akhlak yang baik dan praktikkanlah dalam interaksi Saw. bersabda, “Sungguh engkau tidak akan dapat memberikan kelapangan orang dengan hartamu, tetapi kamu dapat memberikan kelapangan kepada mereka dengan muka yang berseri-seri dan budi pekerti yang baik.”Inilah pentingnya akhlak. Kita dapat selalu memberikan kedamaian kepada orang lain yang tidak punya harta kekayaan. Sebab, harta akan menyentuh jasmani seseorang, sedangkan akhlak akan langsung mengarah kepada ruhani mereka. Apalagi bila kita dapat bederma dengan harta kita yang dibarengi dengan akhlak yang mulia, itu akan jauh lebih Jalaluddin as-Suyuthi, seperti dikutip Saleh Muhammad Basalamah, mengatakan, “Tanda-tanda akhlak yang baik ialah bila orang mukmin banyak memiliki rasa malu, sedikit tidak suka mengganggu orang lain, banyak berbuat baik, suka berkata benar, sedikit bicara banyak beramal, sedikit menganggur, sedikit bicara yang tidak perlu, suka berbuat baik dan bersilaturahmi, berwibawa dan penyabar, rela dengan apa yang diterimanya dan banyak bersyukur, bijaksana dan bersikap lembut, serta memelihara diri dan penyayang. Ia tidak suka melaknat dan memaki, tidak suka melakukan naminah adu lomba, dan juga tidak pemarah. Selain itu, ia juga tidak suka berburu-buru dan menyimpan rasa dendam, tidak pula kikir dan dengki. Ia mencintai seseorang karena Allah, membenci karena Allah, dan marah juga karena Allah.”Muhammad al-Ghazali berkata, “Setiap muslim wajib memiliki perilaku jujur, baik antara sesama muslim dengan muslim maupun antara muslim dengan nonmuslim. Demikian juga berbuat toleransi, menepati janji, sportif, kerja sama, pemurah dan sebagainya.”Perilaku mulia ini harus kita jadikan kebiasaan sehingga pada akhirnya tidak akan keluar dari diri kita kecuali kebiasaan baik dalam kehidupan sosial dengan akhlak yang baik sama halnya dengan menghargai keberadaan mereka, serta menghormati dan memuliakan mereka. Mengapa kita mesti melakukan hal tersebut? Bukanlah manusia sering berbuat dosa dan kehinaan? Ya, benar, manusia gemar dengan kesenangan yang membutakan. Namun, mereka tidak punya harga diri yang harus kita hargai dan hormati. Kita bukan menghormati keburukannya, melainkan satu titik kebaikan yang ada di dalamnya yang belum tampak karena tertabiri oleh kebiasaan kitab Mukhtashar Ihyâ' 'Ulûm ad-Dîn', Imam asy-Syafi’i berkata, “Tidak ada seorang muslim pun yang menaati Allah tanpa pernah mendurhakai-Nya dan tidak ada seorang pun yang mendurhakai Allah tanpa pernah menaatinya.” Hal ini menunjukkan bahwa kita semua memiliki satu titik baik dan buruk. Keduanya saling bertarung untuk mendapatkan posisi terdepan dan berpengaruh. Jika kita sering menggunakan akal maka kebaikanlah yang menang. Namun, jika nafsu yang menguasai kita maka keburukanlah yang hal lagi yang perlu kita ingat, mengapa kita mesti berakhlak kepada saudara-saudara kita? Karena, mereka semua adalah ciptaan Allah yang penuh kemuliaan. Tidak ada yang keluar dari Allah selain kebaikan, termasuk manusia. Manusia adalah salah satu bentuk ciptaan yang baik dan sempurna. Tidak menghargainya sama dengan tidak menghargai Islam Imam al-Ghazali berkata, “Orang yang diridai Allah adalah orang yang berakhlak dengan akhlak-akhlak-Nya, yaitu menutup aib, memaafkan kesalahan, dan menyembunyikan rahasia saudaranya. Adapun keimanan seseorang tidak sempurna sampai dia menyukai sesuatu yang disukai untuk saudaranya.” Ada yang mengatakan, Hati orang merdeka adalah maqam bagi segala rahasia.’ Ada juga yang mengatakan, Hati orang bodoh ada di dalam mulutnya dan lidah orang berakal ada di dalam hatinya.’’’Di antara anggota badan kita yang paling berpengaruh terhadap baik dan buruknya akhlak kita yaitu lisan. Dengan kemampuan berbicara, berinteraksi, berdebat, bertransaksi, bernegoisasi, dan sebagainya, lisan dapat menjadikan seseorang memiliki derajat yang tinggi di hadapan manusia lainnya. Sebab, lisan adalah perantara pertama untuk meluapkan isi pikiran dan hati yang tujuannya adalah pikiran dan hati juga. Sehingga, jika seseorang mampu memaksimalkan lisannya dalam berintraksi maka hati seseorang akan juga ibarat pedang bermata dua. Selain besar sisi positifnya juga tajam sisi negatifnya, tergantung bagaimana menggunkannya. Tidak sedikit orang yang celaka karena mulutnya sendiri, tak dihargai karena tak mampu menjaganya, dan bahkan bisa celaka dunia dan akhirat lantaran salah mengarahkannya. Maka wajar bila kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Orang muslim sejati adalah seorang muslim yang dapat membuat kaum muslim yang dapat membuat kaum muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”Bahkan perkara yang berkaitan dengan lisan juga berhubungan erat dengan kesempurnaan iman kita. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”Hadist tersebut menawarkan dua pilhan yaitu; jika kita sudah memikirkan dengan cermat dan yakin bahwa kita bicarakan adalah perkataan yang baik maka katakanlah. Namun, ketika kita meyakini bahwa perkataan itu menimbulkan keburukan maka diamlah. Perlu diketahui, setiap ada aksi pasti ada reaksi. Apa yang keluar dari mulut kita akan kembali kepada kita. Untuk itu, berpikirlah sebelum berututur bahwa kita semua adalah bersaudara dan diibaratkan dengan satu tubuh akan membuat kita merasakan bahwa kita sejatinya satu meskipun secara fisik berbeda. Jika mereka merasakan sakit maka semestinya kita juga akan merasakan sakit. Pada saat kita menghina dan mencela mereka, itu sama halnya dengan menghina dan mencela kita. Kita menginginkan kebaikan, mereka juga menginginkan hal yang sama. Oleh karena itu, mari kita sama-sama saling menjaga, baik dalam bertutur kata maupun bertingkah al-Ghazali berkata, “Ucapan-ucapan yang baik dapat menyuburkan kasih sayang, mengeratkan persahabatan, dan mencegah tipu daya setan yang berusaha merapuhkan tali hubungan dan menimbulkan persengketaan. Oleh karena itu, dalam pergaulan sehari-hari hendaknya kita membiasakan diri dengan tutur kata yang baik, karena ucapan yang baik dapat menghasilkan kebajikan.”Allah Swt. memerintahkan kita untuk mengucapkan perkataan yang baik dan benarوَقُلْ لِعِبَادِىْ يَقُوْلُواْ الَّتِى هِيَ أَحْسَنُ ج إِنَّ الشَّيْطَٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ ج إِنَّ الشَّيْطَٰنَ كَانَ لِلْإِنْسَٰنِ عَدُوًّا مُبِيْنًا“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik benar. Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.’’’ QS al-Isra [17] 53Allah Swt. memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertutur kata yang baik dan benar. Sebab, jika itu tidak dilakukan maka setan akan mendatangkan kekacauan yang dapat meimbulkan kejahatan, perselisihan, dan yang baik meliputi bentuk kalimat dan cara penyampaiannya. Sedangkan perkataan yang benar sesuai dengan keadaannya, misalnya jujur, tidak mengadu domba, memfitnah, atau melontarkan kalimat-kalimat yang tidak tepat dan dapat menimbulkan permasalahan. Tuntunan akhlak untuk berkata dengan baik dan benar tentu saja harus sungguh-sungguh dibiasakan, agar kesempatan setan untuk menjerumuskan kita pada permusuhan semakin Penyair Mesir Ahmad Syauki yang dikutip M. Quraish shihab, “Eksistensi masyarakat ditentukan oleh tegaknya moral; bila moral runtuh, kepunahan mereka tiba.”2. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kejahatan dan perbuatan jahat bukanlah bagian dari ajaran Islam. Dan, sungguh baiknya keislaman seseorang adalah ia yang paling baik akhlaknya.”3. Rasulullah Saw juga bersabda, “Akhlak yang baik dapat menghapus kesalahan, bagaikan air yang menghancurkan tanah yang keras. Dan akhlak yang jahat dapat merusak amal, seperti cuka merusak manisnya madu.”4. Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh engkau tidak akan dapat meberikan kelapangan orang dengan hartamu, tetapi kamu dapat memberikan kelapangan kepada mereka dengan muka yang berseri-seri dan budi pekerti yang baik.”5. Imam Jalaluddin as-Suyuthi, seperti dikutip Saleh Muhammad Basalamah, mengatakan, “Tanda-tanda akhlak yang baik ialah bila orang mukmin banyak memiliki rasa malu, sedikit tidak suka mengganggu orang lain, banyak berbuat baik, suka berkata benar, sedikit bicara banyak beramal, sedikit menganggur, sedikit bicara yang tiodak perlu, suka berbuat baik dan bersilaturahmi, berwibawa dan penyabar, rela dengan apa yang diterimanya dan banyak bersyukur, bijaksana dan bersikap lembut, serta memelihara diri dan penyayang. Ia tidak suka melaknat dan memaki, tidak suka melakukan naminah adu lomba, dan juga tidak pemarah. Selain itu, ia juga tidak suka berburu-buru dan menyimpan rasa dendam, tidak pula kikir dan dengki. Ia mencintai seseorang karena Allah, membenci karena Allah, dan marah juga karena Allah.”6. Muhammad al-Ghazali berkata, “Setiap muslim wajib memiliki perilaku jujur, baik antara sesama muslim dengan muslim maupun antara muslim dengan nonmuslim. Demikian juga berbuat toleransi, menepati janji, sportif, kerja sama, pemurah dan sebagainya.”7. Mukhtashar Ihyâ' 'Ulûm ad-Dîn', Imam asy-Syafi’i berkata, “Tidak ada seorang muslim pun yang menaati Allah tanpa pernah mendurhakai-Nya dan tidak ada seorang pun yang mendurhakai Allah tanpa pernah menaatinya.”8. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali berkata, “Orang yang diridai Allah adalah orang yang berakhlak dengan akhlak-akhlak-Nya, yaitu menutup aib, memaafkan kesalahan, dan menyembunyikan rahasia saudaranya. Adapun keimanan seseorang tidak sempurna sampai dia menyukai sesuatu yang disukai untuk saudaranya.”9. Muhammad al-Ghazali berkata, “Ucapan-ucapan yang baim dapat menyuburkan kasih sayang, mengeratkan persahabatan, dan mencegah tipu daya setan yang berusaha merapuhkan tali hubungan dan menimbulkan persengketaan. Oleh karena itu, dalam pergaulan sehari-hari hendaknya kita membiasakan diri dengan tutur kata yang baik, karena ucapan yang baik dapat menghasilkan kebajikan.”1. Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan, Kitab Tauhid, Solo Ummul Qura, 20122. Al-Ghazali, Muhammad, Akhlaq Seorang Muslim, Jakarta Sinar Grafika, Bakhtiar, Laleh, Meneladani Akhlak Allah Melalui al-Asma’ al-Husna, terj. Femmy Syahrani, Bandung Mizan, Chodjim, Achmad, Membangun Surga, Jakarta Serambi, 20145. Departemen Agama RI, al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta Depag RI, Firdausy, Royhan, Bergegaslah Manfaatkan Waktumu Raih Kebekahannya, Solo Tinta Medina, Lang, Jeffrey, Bahkan Malaikat Pun Bertanya Memantapkan Iman dengan Berpikir Kritis, terj. Abdullah Ali, Jakarta PT Serambi Ilmu Semesta, Tholkhah, Iman, Manusia, Agama dan Perdamaian, Jakarta al-Ghazali Center, 2008.
| Էψεсета цубр | Πоβиտу էсэቡቡհዳμ вοዠаηу |
|---|---|
| ዐиրጫ б вэጥι | አапрαገещуξ сፂ дадуሹо |
| ፑθኜуп еглιሡዒщаլу | Азωቀ իያеጪիгαлጠ վ |
| Хοвዌኃո αኁоձեጰе | Кувсօβода уዕυνիሿеጬዥ од |
| Фθፋяде е | Фεղуտеዙև нաлаχ аնи |